Hakikat Belajar dan Pembelajaran Fisika

Suparno (1997) menyatakan bahwa hakikat dan mekanisme belajar tidak dapat dilepaskan dari pandangan konstruktivisme tentang hakekat pengetahuan. Belajar menurut pandangan kontruktivisme adalah proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar untuk membentuk dan mengembangkan kapabilitas baru yang diperlukan dalam upaya beradaptasi dengan lingkungan, berdasarkan pengetahuan awal atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bodner (dalam Adnyana, 2006) yang menyatakan bahwa mengajar bukan kegiatan memindahkan pengetahuan dari pembelajar (guru) ke pebelajar (siswa), melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa. Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari otak guru yang dianggap tahu bila siswa tidak belajar secara aktif membentuk (mengonstruksi) sendiri pengetahuannya.
Belajar pada hakikatnya adalah proses modifikasi gagasan-gagasan yang telah ada pada diri pebelajar (Sadia, et al., 2004). Belajar adalah pembentukan pengertian atas pengalaman-pengalaman dalam hubungannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (prior knowledge).  Aktivitas pebelajar mengkonstruksi pengetahuan adalah dari merefleksi kegiatan fisik dan mental.
Belajar Fisika pada hakikatnya merupakan cara ideal untuk memperoleh kompetensi yang berupa ketrampilan, memelihara sikap, dan mengembangkan pemahaman konsep yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari. Ketrampilan, sikap dan konsep ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Belajar fisika ini pada dasarnya bertujuan untuk menguasai produk yang berupa kumpulan hukum, teori, prinsip, aturan, dan rumus-rumus yang terbangun oleh konsep-konsep sesuai proses pengkajiannya. Adapun produk sains terutama fisika merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori mengenai gejala alam.
Pembelajaran Fisika pada hakikatnya merupakan suatu proses belajar fisika, di mana pada pembelajaran ini lebih menekankan kepada fisika sebagai produk, sebagai proses dan sebagai sikap. Fisika sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori mengenai gejala alam. Substansi fisika ini perlu dikuasai oleh siswa melalui pendidikan fisika. Dengan penguasaan fisika, siswa diharapkan dapat mengerti dan mengaplikasikan sains untuk tujuan pemecahan masalah dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fisika sebagai proses merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh pengetahuan atau mencari penjelasan mengenai gejala-gejala alam. Melalui pendidikan fisika logika berpikir siswa menjadi sistematis terarah dalam memandang alam lingkungannya, mengidentifikasi masalah yang ada serta pemecahannya (Suastra, 2006). Dalam pengajaran sains, aspek proses ini muncul dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Ada tidaknya aspek proses di dalam pengajaran sains sangat tergantung pada guru. Teori-teori dalam buku-buku fisika seharusnya diajarkan dengan membawa persoalannya dalam bentuk yang kontekstual dan akrab dengan siswa. Kemudian siswa dibimbing melakukan berbagai aktivitas melalui kegiatan penyelidikan. Hal ini membuat siswa akan lebih paham terhadap fenomena-fenomena sains melalui pengalaman sensoris mereka, dibandingkan dengan hanya menjadi pendengar di depan kelas.
Fisika sebagai sikap merupakan berbagai keyakinan, opini dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru, diantaranya tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Sikap-sikap yang harus dimiliki disebut sebagai sikap ilmiah. Sikap dapat diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar, yaitu seperangkat sikap yang bila diikuti akan membantu proses pemecahan masalah dan seperangkat sikap yang menekankan sikap tertentu terhadap sains yaitu sebagai suatu cara memandang dunia serta dapat berguna bagi pengembangan karier di masa depan.
Selama ini tampaknya pengajaran sains di sekolah lebih memberi penekanan pada sains sebagai produk dari pada sains sebagai proses dan sikap. Pendidikan sains yang relevan dengan hakikat sains membutuhkan suasana yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses belajarnya. Sehingga dengan memiliki sikap ilmiah dan setelah melalui serangkaian proses pembelajaran, siswa dapat sampai pada suatu kesimpulan yang ia bentuk sendiri.
Thoifuri (2007) menyatakan bahwa dalam mempelajari fisika tidak hanya berhubungan dengan rumus-rumus, bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, tetapi fisika juga berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungannya yang diatur secara logika sehingga fisika itu berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak. Sebagai suatu struktur dan hubungan-hubungan, maka fisika memerlukan simbol-simbol untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi berfungsi sebagai komunikasi yang dapat diberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep tersebut dapat terbentuk bila sudah memahami konsep sebelumnya. Ukuran keberhasilan siswa dalam belajar fisika menurut Sappaile (2005), tidak hanya ditentukan oleh penguasaan fisika secara kognitif, afektif, dan psikomotor, tetapi juga perlu penguasaan pengetahuan tentang proses ilmiah, keterampilan individu, dan pengetahuan fisika secara konseptual.
Belajar dan pembelajaran fisika dapat diklasifikasikan menjadi lima hal penting (Widodo dalam Widodo, 2007). (1) Pebelajar telah memiliki pengetahuan awal. (2) Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. (4) Belajar adalah perubahan konsepsi belajar. (4) Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu. (5) Pebelajar bertanggungjawab terhadap proses belajarnya.
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa pembelajaran fisika lebih menekankan pada keterampilan proses sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori, dan sikap ilmiah di pihak siswa yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas maupun produk pendidikan. Pembelajaran fisika selama ini lebih banyak menghafalkan rumus, fakta, prinsip, dan teori saja. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran fisika yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka.

Referensi:

Adnyana, P. B. 2006. Pengaruh penggunaan model siklus belajar dalam pembelajaran biologi terhadap penguasaan konsep, penalaran, dan keterampilan inquiri siswa SMP Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Laporan Hibah Penelitian. Universitas Pendidikan Genesha

Sadia, I W., Suastra, I. W. & Tika, K. 2004. Pengembangan model dan strategi pembelajaran fisika di sekolah menengah umum (SMU) untuk memperbaiki miskonsepsi siswa. Laporan Penelitian. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja.Sappaile, B. I. 2005. Pengaruh metode mengajar dan ragam tes terhadap hasil belajar matematika dengan mengontrol sikap siswa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No.056. Tahun ke-11. 668-692

Suastra, I W. 2006. Belajar dan pembelajaran sains. Buku ajar. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Genesha.Sudrajat, A. 2008. Media pembelajaran. Tersedia pada http://akhmadsudrajat. wordpress. com/2008/01/12/media-pembelajaran/

Suparno, P. 1997. Filsafat kontruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Thoifuri. 2007. Menjadi guru inisiator. Semarang: Rasail Media Group.

Widodo, A. 2007. Konstruktivisme dan pembelajaran sains. Jurnal pendidikan dan kebudayaan. 13(064). 91-105.


SILAKAN SHARE ARTIKEL INI DENGAN TOMBOL DIBAWAH
Hakikat Belajar dan Pembelajaran Fisika Hakikat Belajar dan Pembelajaran Fisika Reviewed by Sastra Project on July 12, 2016 Rating: 5

6 comments:

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini

Powered by Blogger.