Salah satu aspek penting dari literasi ilmiah adalah keakraban dengan hakikat Sains (Nature of Science) dan sifat-sifat ilmuwan. Keterlibatan dalam pembahasan tentang persoalan ilmiah menuntut pemahaman atas hakikat Sains (Coll et al., 2008). Menurut Lederman dan Schwart (dalam Kubicek, 2005) terdapat tujuh unsur NOS, yaitu (1) bersifat tentative, (2) peran kreativitas, (3) subjektivitas Sains (4) berbasis pengalaman (empiris), (5) sosial budaya, (6) perbedaan antara teori dan hukum, (7) sifat alami dari pengamatan dan kesimpulan.
Nature of Science (NOS) didefinisikan sebagai hakekat pengetahuan yang merupakan konsep yang kompleks melibatkan filosofi, sosiologi, dan historis suatu pengetahuan. Pembelajaran NOS mengacu pada epistomologi dan sosiologi pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk mengetahui, atau menilai dan keyakinan yang menjadi sifat pengetahuan ilmiah (Santyasa, 2006). Sains pada intinya bersandarkan pada perkiraan bahwa kealamiahan dunia dapat diperoleh pada pemahaman manusia atas ontologi, epistomologi, dan aksiologinya (Cobern, 2000).
Guna membantu siswa untuk memahami Nature of Science, seorang guru Sains yang baik akan mempertimbangkan untuk menuangkan Nature of Science sepanjang pengajarannya. Lederman (dalam Wenning, 2006a) menyatakan secara khas NOS mengacu pada epistomologi dan sosiologi dari ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan sebagai jalan untuk mengetahui, atau nilai dan kepercayaan yang menjadi sifat dari pengetahuan ilmiah dan perkembangannya. Lederman et al., 2002 (dalam Wenning, 2006a) menegaskan NOS dalam bagian yang berkenaan dengan pemahaman mengenai hakikat Sains ilmiah. Pemahaman ini sesuai dengan sifat empiris ilmu pengetahuan, sifat kreatif dan imaginatif, menanamkan sosial dan budaya, dan sifat tentatif.
Pemahaman mengenai NOS (Abd-El-Khalick, Bell & Lederman, dalam Akcay, 2006) akan menolong siswa untuk memahami pengetahuan ilmiah dapat bertahan lama namun tentatif. Siswa yang memahami NOS juga akan sedikit kesinisan terhadap kegiatan ilmiah dan sedikit dikacaukan dengan perubahan belajar konsep Sains dihadapan bukti yang baru. Pemahaman bahwa gagasan yang bersifat tentatif di dalam NOS adalah suatu kekuatan bukan merupakan suatu kelemahan (Driver et al. & McComas, et al., dalam Akcay, 2006).
Pemahaman mengenai pandangan dunia ilmiah (scientific world view), inquiri ilmiah (scientific inquiry), dan kegiatan ilmiah (scientific enterprise) menjadi hal yang pokok untuk memahami NOS. Pandangan dunia ilmiah terdiri dari kepercayaan bahwa dunia dapat dimengerti, gagasan ilmiah adalah pokok untuk perubahan, gagasan ilmiah dapat bertahan lama, dan Sains tidak dapat memberikan jawaban yang lengkap untuk menjawab semua pertanyaan. Pembelajaran berorientasi NOS mengakibatkan siswa akan memahami proses dari inquiri dan mengetahui bahwa Sains adalah paduan dari logika dan imajinasi, serta menerangkan dan memprediksi fakta-fakta, tetapi tidak otoriter. Mereka akan mengerti bahwa Sains adalah aktivitas sosial komplek (Wenning, 2006a).
Menurut Wenning (2006a), pemahaman yang luas tentang Nature of Science akan menuntut pengetahuan tentang isi dan sejarah sedikitnya salah satu dari mata pelajaran Sains, dilengkapi dengan pengetahuan menghubungkan tatanama ilmiah (scientific nomenclature), keterampilan proses intelektual (intellectual process skills), kaidah-kaidah dari fakta ilmiah (rules of scientific evidence), postulat Sains (postulates of science), watak ilmiah (scientific disposition), dan miskonsepsi mengenai Sains (major misconceptions about science). Penjelasan masing-masing pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tatanama Ilmiah (scientific nomenclature)
Pemahaman mengenai istilah-istilah ilmiah sangat berkaitan erat dengan konsep eksperimental dan epistomologis. Istilah-istilah eksperimental adalah istilah yang tetap digunakan dalam aktivitas laboratorium berorientasi inquiri. Istilah epistomologis adalah konsep yang dijelaskan dengan mendetail yang merupakan bagian metode pembelajaran Sains.
2) Keterampilan Proses Intelektual (intellectual process skills)
Siswa tidak mempunyai pemahaman yang menyeluruh mengenai Nature of Science apabila mereka tidak mempunyai pengalaman dari dekat dengan metode empiris mengenai Sains. Pemakaian daftar dari sifat-sifat dasar keahlian observasi dan eksperimen akan dipelajari ketika Sains diajarkan menggunakan pembelajaran berorientasi inquiri dan metode laboratorium. Pengidentifikasian beberapa kunci keterampilan proses intelektual ditujukan dalam kegiatan lab berorientasi inquiri disajikan sebagai berikut.
a) menghasilkan prinsip melalui induksi,
b) penjelasan dan prediksi,
c) observasi dan perekaman data,
d) mengidentifikasi dan mengontrol variabel,
e) mengkonstruksi grafik untuk menemukan hubungan,
f) mendesain dan memimpin investigasi ilmiah,
g) menggunakan teknologi dan kepastian selama investigasi, dan
h) penarikan kesimpulan dari fakta-fakta.
Penggantian buku resep (cookbook) lab tradisional dengan lab berorientasi inquiri benar-benar merupakan fokus perhatian yang penting pada keterampilan proses intelektual yang digunakan oleh ilmuwan.
3) Kaidah-kaidah fakta Ilmiah (rules of scientific evidence)
Aturan mengenai fakta-fakta ilmiah belum pernah disusun dalam suatu cara yang dapat diakses dengan mudah. Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat tentatif sehingga tidak ada bentuk hirarki untuk menyimpulkan pesan dasar yang terkandung. Menurut Koes (2003) pandangan kontemporer tentang pengetahuan ilmiah dapat dicermati dari pernyataan-pernyataan di bawah ini.
a) Kemajuan pengetahuan ilmiah tidak kontinu.
b) Pengetahuan ilmiah adalah tentatif.
c) Pengetahuan ilmiah diciptakan dan divalidasi oleh penerimaan bersama dalam masyarakat ilmiah.
d) Para ilmuwan menciptakan pengetahuan berdasarkan pengetahuan terdahulu, observasi, dan logika.
e) Kesementaraan pengetahuan berkaitan dengan berapa banyak orang bekerja dalam hal itu dan kebenaran didefinisikan sebagai sebuah perincian alam yang akurat.
4) Postulat Ilmiah (postulates of science)
Postulat Sains adalah merupakan asumsi atas dasar apa ilmu pengetahuan berkembang. Postulat bertindak sebagai dasar untuk berpikir dan bekerja ilmiah dan sampai taraf tertentu menentukan apa yang dapat diterima ataupun tidak dapat diterima di bawah ketentuan-ketentuan fakta ilmiah.
5) Watak Ilmiah (scientific disposition)
Karakteristik ilmuwan yang sangat diperlukan dalam memahami hakikat Sains adalah:
a) ingin tahu dan skeptis,
b) objektif dan tidak dogmatik,
c) kreatif dan logis,
d) kejujuran intelektual dan dapat dipercaya.
Lebih lanjut Koes (2003) menyatakan bahwa tindakan ilmuwan dalam Sains menurut model kontemporer tentang hakikat Sains sebagai berikut.
a) Tindakan utama seorang ilmuwan sering merupakan sebuah loncatan imajinasi atau kreativitas.
b) Ilmuwan menginterpretasi hasil berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya, pengamatan, logika, dan faktor-faktor sosial.
c) Para ilmuwan menciptakan teori-teori berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya, pengamatan, dan logika.
d) Seorang ilmuwan bekerja dalam masyarakat ilmiah untuk mengevaluasi dan merenungkan kerja para ilmuwan lainnya.
e) (1) Para ilmuwan mengambil keputusan sebelum inquiri berdasarkan pengetahuan sebelumnya, observasi, logika, dan faktor-faktor sosial; (2) seorang ilmuwan adalah seorang yang penuh rasa ingin tahu; (3) para ilmuwan berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya; (4) seorang ilmuwan dipengaruhi oleh riset sebelumnya; (5) kecenderungan utama seorang ilmuwan adalah mencoba dan mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan lamanya.
6) Miskonsepsi mengenai Sains (major misconceptions about science).
Menurut analisis oleh Gauld (dalam Coll et al., 2008), kebiasaan berpikir ilmuwan meliputi ingatan terbuka (open mindedness), kesangsian (scepticism), rasional, obyektif, ketidak percayaan penjelasan dari penguasa, pengasingan kepercayaan (suspension of belief), dan keingintahuan (curiosity). Sejumlah kebiasaan berpikir ini nampak saling bertentangan. Hal ini saling mempengaruhi kebiasaan berpikir yang menimbulkan sikap ilmiah, di mana tidak ada gagasan, kesimpulan, keputusan, atau solusi yang dapat diterima hanya karena keterangan seseorang yang membuat keputusan, tetapi diperlakukan dengan keragu-raguan dan kekritisan sampai kekuatannya dapat dipertimbangkan sesuai dengan berat bukti yang relevan. Kunci utama dari tuntutan pembuktian sesuai dengan Zinman (dalam Coll et al., 2008), adalah ilmuwan mempunyai standar kekritisan internal yang sangat tinggi.
Pemahaman terhadap NOS adalah penting dengan mempertimbangkan lima argumen yang disajikan oleh Driver, Leach, Millar, dan Scott (dalam Lederman, 2006). Argumen mereka adalah (1) Bermanfaat, pemahaman NOS diperlukan untuk membuat pengertian (sense) Sains dan mengelola dan memproses objek teknologi dalam kehidupan sehari-hari. (2) Demokratis, pemahaman NOS diperlukan untuk memberi tahu pengambilan keputusan pada persoalan social ilmiah (socioscientific). (3) Kebudayaan, pemahaman NOS diperlukan untuk menghargai nilai Sains sebagai bagian budaya masa kini. (4) Moral, pemahaman NOS membantu mengembangkan pemahaman terhadap norma-norma dari komunitas ilmiah untuk mewujudkan komitmen moral yang bernilai umum untuk masyarakat. (5) Pembelajaran Sains, pemahaman NOS memfasilitasi pokok persoalan pembelajaran Sains.
Peninjauan secara luas dari kesusasteraan menyarankan bahwa kemampuan literasi ilmiah merupakan hal yang penting dari persoalan bidang pendidikan mutakhir. Penelitian dan tulisan mengenai pandangan ilmuwan mengenai Nature of Science cenderung untuk fokus pada konsep Sains yang sulit (hard science) (Coll et al., 2008).
Pembelajaran berorientasi NOS (Nature of Science) memiliki enam langkah utama, yaitu: (1) background readings, (2) case study discussions, (3) inquiry lessons, (4) inquiry labs, (5) historical studies, (6) multiple assesments (Wenning, 2006a).
Pada langkah background readings, siswa diajak membaca buku dan/atau artikel fisika dan membuat laporan mengenai suatu bab ataupun materi tertentu, sehingga mereka dapat menyusun latar belakang pembelajaran yang akan dilakukan. Buku dan/atau artikel yang di baca oleh siswa diupayakan agar sesuai dengan jenis pengetahuan yang dipelajari. Aktivitas siswa yang perlu diperhatikan adalah ketepatan buku dan/atau artikel yang dijadikan sumber belajar, sistematika latar belakang pembelajaran, ketepatan rumusan masalah pembelajaran, tujuan pembelajaran (Santyasa, 2006). Kegiatan background readings dari buku atau artikel fisika yang berkaitan dengan NOS mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman siswa mengenai NOS. Kegiatan membaca juga dapat meningkatkan penghargaan terhadap Sains dengan sendirinya. Membaca buku, dan membuat laporan tertulis atau tinjauan buku, mampu menyediakan latar belakang pengetahuan yang kokoh untuk mempersiapkan dan menunjang siswa menuju diskusi kelas (Wenning, 2006a).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan, guru membuka ruang diskusi untuk melayani pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diajukan oleh siswa. Langkah ini disebut dengan case study discussions (Herreid, dalam Wenning, 2006a). Case study discussions adalah forum yang baik sekali untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman tentang NOS, secara khas menghadirkan sebuah persoalan, kemudian siswa berdiskusi untuk memecahkan masalah tersebut. Aktivitas siswa yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan kuantitas pertanyaan dan penjelasan yang diberikan.
Pada langkah inquiry lessons, guru membimbing siswa dalam berpikir dan
memfokuskan pertanyaan, prosedur pembelajaran yang akan dilakukan, menyajikan pijakan, pemodelan, dan penjelasan seperlunya tentang penelitian ilmiah, menjelaskan cara mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang akan ditemukan dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa yang diakses adalah kesesuaian pertanyaan pembelajaran yang diajukan, ketepatan prosedur pembelajaran yang akan dilakukan, kecermatan memprediksi masalah, hambatan dan upaya pemecahan yang diajukan (Santyasa, 2006).
Pada saat guru memimpin inquiry lessons, mereka dapat menggunakan pemikiran protocol untuk menyediakan wawasan (insights) tentang pekerjaan-pekerjaan Sains. Guru dapat memandu siswa berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan penuntun, mereka memberikan pedoman dengan tegas tentang prosedur yang dapat dikerjakan, dan memberikan pengajaran yang jelas pada saat percontohan praktek inquiri ilmiah (Wenning, 2006a).
Inquiry labs, bertentangan dengan buku resep (cookbook) lab tradisional, langkah ini dapat membantu siswa belajar dan mengerti keterampilan proses intelektual seorang ilmuwan dan hakikat inquiri ilmiah. Inquiry labs dikemudikan oleh pertanyaan penuntun yang berkelanjutan pada perjanjian intelektual, memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking), fokus perhatian siswa pada pengumpulan dan interpretasi data, dan menolong siswa menemukan konsep baru, prinsip, atau hukum-hukum melalui kreasi dan kontrol eksperimen mereka sendiri. Inquiry labs membantu siswa menggunakan prosedur yang lebih konsisten dengan hakikat praktek ilmiah yang sesungguhnya (Wenning, 2006a).
Inquiry labs merupakan kegiatan yang dapat membantu siswa belajar dan memahami kaidah penelitian ilmiah. Kegiatan ini dipandu dengan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan pembimbing. Hasil belajar siswa dari tahapan ini adalah laporan yang disesuaikan dengan kaidah ilmiah, yaitu berkenaan dengan sistematika penulisan, bahasa sajian, dan penulisan daftar pustaka. Isi laporan yang diperhatikan adalah kesesuaian laporan dengan pertanyaan pembelajaran, keluasan dan kedalaman pembahasan yang disajikan, kesesuaian simpulan dan saran yang disajikan (Santyasa, 2006).
Pada tahap historical studies siswa didorong untuk menyajikan deskripsi tentang manfaat pembelajaran yang dilakukan, tidak hanya mengenai pemahamannya terhadap NOS dan kemampuan mengungkap dan menerapkan pemahaman terhadap realitas alam, tetapi juga perkembangan sikap dan persepsi siswa terhadap materi yang menjadi obyek Inquiy labs. Pengalaman belajar siswa yang diakses pada tahapan ini, adalah kemampuan mengelaborasi berbagai aspek penelitian ilmiah, kemampuan mengungkap, memahami, dan menerapkan hakekat pengetahuan yang menjadi obyek Inquiry labs, kemampuan mendeskripsikan pengetahuan dalam perspektif historis dan budaya yang berbeda (Santyasa, 2006).
Historical studies, dapat digunakan sebagai alat bukti yang kuat untuk tidak hanya mengajar tentang NOS, tetapi juga meletakkan perhatian siswa pada fisika dan meningkatkan perhatian siswa pada pokok pelajaran. Terdapat dua alasan prinsip untuk memasukkan beberapa pengetahuan tentang sejarah dapat direkomendasi. Pertama, penyamarataan tentang bagaimana usaha ilmiah beroperasi akan menjadi kosong tanpa contoh-contoh nyata. Kedua, beberapa peristiwa dalam sejarah kegiatan ilmiah adalah jauh melebihi kebudayaan yang kita warisi (AAAS, dalam Wenning, 2006a).
Langkah multiple assessments hendaknya berorientasi pada pemahaman siswa terhadap NOS (Nature of Science). Teknik-teknik asesmen yang dapat dilakukan adalah asesmen kinerja, portofolio, dan tes (tes pilihan ganda diperluas dan tes uraian). Aktivitas siswa yang diases adalah kemampuan merencanakan, kemampuan melaksanakan, kemampuan presentasi, kemampuan melaporkan secara tertulis, kemampuan melaporkan secara lisan, pembuatan jurnal berkala, fokus pemahaman terhadap NOS, sikap dan persepsi siswa terhadap pelajaran dan model pembelajaran yang diterapkan. Untuk meminimisasi subyektivitas penilaian, assesmen hendaknya dilengkapi dengan rubrik, sehingga mampu menilai siswa secara lebih akurat (Santyasa, 2006).
Berbagai macam strategi telah diusulkan untuk menanamkan pemahaman yang pantas mengenai hakikat Sains (Nature of Science), seperti meninjau ulang tujuan dan penilaian Sains di sekolah dengan perhatian yang lebih besar pada hakikat Sains menghasilkan kesesuaian materi pengajaran agar dapat menyampaikan gambaran yang pantas mengenai hakikat Sains, dan membenahi pendidikan guru (Mackay et al., dalam Yip, 2006). Di antara semua strategi tersebut, yang paling penting adalah menjamin perkembangan kesesuaian pemahaman guru Sains terhadap hakikat dan proses Sains. Melalui perbaikan dalam persiapan guru, maka guru Sains dapat menghargai arti penting dari hakikat Sains dan mempertimbangkan dengan serius untuk memasukkannya ke dalam implementasi kurikulum.
Penggabungan mata pelajaran Sains sudah berhasil membantu siswa mengembangkan pandangan yang lebih sesuai tentang hakikat Sains. Ini artinya bahwa peningkatan penting dalam konsepsi guru tentang hakikat Sains dapat dicapai oleh pemasukan elemen yang sesuai ke dalam program pendidikan guru. Pendekatan sejarah, bersama dengan aktivitas pembelajaran interaktif seperti diskusi grup kecil yang dipandu oleh guru mata pelajaran, kelihatannya menjadi strategi yang efektif untuk membantu guru Sains membangun pemahaman yang pantas mengenai metode dan hakikat Sains (Yip, 2006).
Refleksi yang mendalam dan teknik pemetaan kognitif adalah upaya untuk menggali dan menggunakan kepercayaan peserta tentang NOS dan konseptualisasi terhadap pendidikan Sains. Pendekatan ini memberikan kesempatan peserta untuk melakukan penyelidikan dan refleksi dalam pemikirannya. Peta kognitif sangat efektif dalam memulai proses refleksi. Teknik dan strategi ini dapat digunakan dalam upaya mencapai perubahan konseptual dengan melibatkan guru dalam penyelidikan dan refleksi pada kepercayaan siswa (Irez, 2007).
Dalam rangka mencapai kesuksesan dalam pembelajaran mengenai hakekat Sains (Nature of Science) para guru harus dilengkapi dengan pemahaman essensial, ketepatan praktek pedagogik, dan kesesuaian motivasi sehingga mereka dapat memaksimalkan apa yang siswa pelajari dalam area topik tertentu (Wenning, 2006a).
Nature of Science (NOS) didefinisikan sebagai hakekat pengetahuan yang merupakan konsep yang kompleks melibatkan filosofi, sosiologi, dan historis suatu pengetahuan. Pembelajaran NOS mengacu pada epistomologi dan sosiologi pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk mengetahui, atau menilai dan keyakinan yang menjadi sifat pengetahuan ilmiah (Santyasa, 2006). Sains pada intinya bersandarkan pada perkiraan bahwa kealamiahan dunia dapat diperoleh pada pemahaman manusia atas ontologi, epistomologi, dan aksiologinya (Cobern, 2000).
Guna membantu siswa untuk memahami Nature of Science, seorang guru Sains yang baik akan mempertimbangkan untuk menuangkan Nature of Science sepanjang pengajarannya. Lederman (dalam Wenning, 2006a) menyatakan secara khas NOS mengacu pada epistomologi dan sosiologi dari ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan sebagai jalan untuk mengetahui, atau nilai dan kepercayaan yang menjadi sifat dari pengetahuan ilmiah dan perkembangannya. Lederman et al., 2002 (dalam Wenning, 2006a) menegaskan NOS dalam bagian yang berkenaan dengan pemahaman mengenai hakikat Sains ilmiah. Pemahaman ini sesuai dengan sifat empiris ilmu pengetahuan, sifat kreatif dan imaginatif, menanamkan sosial dan budaya, dan sifat tentatif.
Pemahaman mengenai NOS (Abd-El-Khalick, Bell & Lederman, dalam Akcay, 2006) akan menolong siswa untuk memahami pengetahuan ilmiah dapat bertahan lama namun tentatif. Siswa yang memahami NOS juga akan sedikit kesinisan terhadap kegiatan ilmiah dan sedikit dikacaukan dengan perubahan belajar konsep Sains dihadapan bukti yang baru. Pemahaman bahwa gagasan yang bersifat tentatif di dalam NOS adalah suatu kekuatan bukan merupakan suatu kelemahan (Driver et al. & McComas, et al., dalam Akcay, 2006).
Pemahaman mengenai pandangan dunia ilmiah (scientific world view), inquiri ilmiah (scientific inquiry), dan kegiatan ilmiah (scientific enterprise) menjadi hal yang pokok untuk memahami NOS. Pandangan dunia ilmiah terdiri dari kepercayaan bahwa dunia dapat dimengerti, gagasan ilmiah adalah pokok untuk perubahan, gagasan ilmiah dapat bertahan lama, dan Sains tidak dapat memberikan jawaban yang lengkap untuk menjawab semua pertanyaan. Pembelajaran berorientasi NOS mengakibatkan siswa akan memahami proses dari inquiri dan mengetahui bahwa Sains adalah paduan dari logika dan imajinasi, serta menerangkan dan memprediksi fakta-fakta, tetapi tidak otoriter. Mereka akan mengerti bahwa Sains adalah aktivitas sosial komplek (Wenning, 2006a).
Menurut Wenning (2006a), pemahaman yang luas tentang Nature of Science akan menuntut pengetahuan tentang isi dan sejarah sedikitnya salah satu dari mata pelajaran Sains, dilengkapi dengan pengetahuan menghubungkan tatanama ilmiah (scientific nomenclature), keterampilan proses intelektual (intellectual process skills), kaidah-kaidah dari fakta ilmiah (rules of scientific evidence), postulat Sains (postulates of science), watak ilmiah (scientific disposition), dan miskonsepsi mengenai Sains (major misconceptions about science). Penjelasan masing-masing pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tatanama Ilmiah (scientific nomenclature)
Pemahaman mengenai istilah-istilah ilmiah sangat berkaitan erat dengan konsep eksperimental dan epistomologis. Istilah-istilah eksperimental adalah istilah yang tetap digunakan dalam aktivitas laboratorium berorientasi inquiri. Istilah epistomologis adalah konsep yang dijelaskan dengan mendetail yang merupakan bagian metode pembelajaran Sains.
2) Keterampilan Proses Intelektual (intellectual process skills)
Siswa tidak mempunyai pemahaman yang menyeluruh mengenai Nature of Science apabila mereka tidak mempunyai pengalaman dari dekat dengan metode empiris mengenai Sains. Pemakaian daftar dari sifat-sifat dasar keahlian observasi dan eksperimen akan dipelajari ketika Sains diajarkan menggunakan pembelajaran berorientasi inquiri dan metode laboratorium. Pengidentifikasian beberapa kunci keterampilan proses intelektual ditujukan dalam kegiatan lab berorientasi inquiri disajikan sebagai berikut.
a) menghasilkan prinsip melalui induksi,
b) penjelasan dan prediksi,
c) observasi dan perekaman data,
d) mengidentifikasi dan mengontrol variabel,
e) mengkonstruksi grafik untuk menemukan hubungan,
f) mendesain dan memimpin investigasi ilmiah,
g) menggunakan teknologi dan kepastian selama investigasi, dan
h) penarikan kesimpulan dari fakta-fakta.
Penggantian buku resep (cookbook) lab tradisional dengan lab berorientasi inquiri benar-benar merupakan fokus perhatian yang penting pada keterampilan proses intelektual yang digunakan oleh ilmuwan.
3) Kaidah-kaidah fakta Ilmiah (rules of scientific evidence)
Aturan mengenai fakta-fakta ilmiah belum pernah disusun dalam suatu cara yang dapat diakses dengan mudah. Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat tentatif sehingga tidak ada bentuk hirarki untuk menyimpulkan pesan dasar yang terkandung. Menurut Koes (2003) pandangan kontemporer tentang pengetahuan ilmiah dapat dicermati dari pernyataan-pernyataan di bawah ini.
a) Kemajuan pengetahuan ilmiah tidak kontinu.
b) Pengetahuan ilmiah adalah tentatif.
c) Pengetahuan ilmiah diciptakan dan divalidasi oleh penerimaan bersama dalam masyarakat ilmiah.
d) Para ilmuwan menciptakan pengetahuan berdasarkan pengetahuan terdahulu, observasi, dan logika.
e) Kesementaraan pengetahuan berkaitan dengan berapa banyak orang bekerja dalam hal itu dan kebenaran didefinisikan sebagai sebuah perincian alam yang akurat.
4) Postulat Ilmiah (postulates of science)
Postulat Sains adalah merupakan asumsi atas dasar apa ilmu pengetahuan berkembang. Postulat bertindak sebagai dasar untuk berpikir dan bekerja ilmiah dan sampai taraf tertentu menentukan apa yang dapat diterima ataupun tidak dapat diterima di bawah ketentuan-ketentuan fakta ilmiah.
5) Watak Ilmiah (scientific disposition)
Karakteristik ilmuwan yang sangat diperlukan dalam memahami hakikat Sains adalah:
a) ingin tahu dan skeptis,
b) objektif dan tidak dogmatik,
c) kreatif dan logis,
d) kejujuran intelektual dan dapat dipercaya.
Lebih lanjut Koes (2003) menyatakan bahwa tindakan ilmuwan dalam Sains menurut model kontemporer tentang hakikat Sains sebagai berikut.
a) Tindakan utama seorang ilmuwan sering merupakan sebuah loncatan imajinasi atau kreativitas.
b) Ilmuwan menginterpretasi hasil berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya, pengamatan, logika, dan faktor-faktor sosial.
c) Para ilmuwan menciptakan teori-teori berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya, pengamatan, dan logika.
d) Seorang ilmuwan bekerja dalam masyarakat ilmiah untuk mengevaluasi dan merenungkan kerja para ilmuwan lainnya.
e) (1) Para ilmuwan mengambil keputusan sebelum inquiri berdasarkan pengetahuan sebelumnya, observasi, logika, dan faktor-faktor sosial; (2) seorang ilmuwan adalah seorang yang penuh rasa ingin tahu; (3) para ilmuwan berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya; (4) seorang ilmuwan dipengaruhi oleh riset sebelumnya; (5) kecenderungan utama seorang ilmuwan adalah mencoba dan mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan lamanya.
6) Miskonsepsi mengenai Sains (major misconceptions about science).
Menurut analisis oleh Gauld (dalam Coll et al., 2008), kebiasaan berpikir ilmuwan meliputi ingatan terbuka (open mindedness), kesangsian (scepticism), rasional, obyektif, ketidak percayaan penjelasan dari penguasa, pengasingan kepercayaan (suspension of belief), dan keingintahuan (curiosity). Sejumlah kebiasaan berpikir ini nampak saling bertentangan. Hal ini saling mempengaruhi kebiasaan berpikir yang menimbulkan sikap ilmiah, di mana tidak ada gagasan, kesimpulan, keputusan, atau solusi yang dapat diterima hanya karena keterangan seseorang yang membuat keputusan, tetapi diperlakukan dengan keragu-raguan dan kekritisan sampai kekuatannya dapat dipertimbangkan sesuai dengan berat bukti yang relevan. Kunci utama dari tuntutan pembuktian sesuai dengan Zinman (dalam Coll et al., 2008), adalah ilmuwan mempunyai standar kekritisan internal yang sangat tinggi.
Pemahaman terhadap NOS adalah penting dengan mempertimbangkan lima argumen yang disajikan oleh Driver, Leach, Millar, dan Scott (dalam Lederman, 2006). Argumen mereka adalah (1) Bermanfaat, pemahaman NOS diperlukan untuk membuat pengertian (sense) Sains dan mengelola dan memproses objek teknologi dalam kehidupan sehari-hari. (2) Demokratis, pemahaman NOS diperlukan untuk memberi tahu pengambilan keputusan pada persoalan social ilmiah (socioscientific). (3) Kebudayaan, pemahaman NOS diperlukan untuk menghargai nilai Sains sebagai bagian budaya masa kini. (4) Moral, pemahaman NOS membantu mengembangkan pemahaman terhadap norma-norma dari komunitas ilmiah untuk mewujudkan komitmen moral yang bernilai umum untuk masyarakat. (5) Pembelajaran Sains, pemahaman NOS memfasilitasi pokok persoalan pembelajaran Sains.
Peninjauan secara luas dari kesusasteraan menyarankan bahwa kemampuan literasi ilmiah merupakan hal yang penting dari persoalan bidang pendidikan mutakhir. Penelitian dan tulisan mengenai pandangan ilmuwan mengenai Nature of Science cenderung untuk fokus pada konsep Sains yang sulit (hard science) (Coll et al., 2008).
Pembelajaran berorientasi NOS (Nature of Science) memiliki enam langkah utama, yaitu: (1) background readings, (2) case study discussions, (3) inquiry lessons, (4) inquiry labs, (5) historical studies, (6) multiple assesments (Wenning, 2006a).
Pada langkah background readings, siswa diajak membaca buku dan/atau artikel fisika dan membuat laporan mengenai suatu bab ataupun materi tertentu, sehingga mereka dapat menyusun latar belakang pembelajaran yang akan dilakukan. Buku dan/atau artikel yang di baca oleh siswa diupayakan agar sesuai dengan jenis pengetahuan yang dipelajari. Aktivitas siswa yang perlu diperhatikan adalah ketepatan buku dan/atau artikel yang dijadikan sumber belajar, sistematika latar belakang pembelajaran, ketepatan rumusan masalah pembelajaran, tujuan pembelajaran (Santyasa, 2006). Kegiatan background readings dari buku atau artikel fisika yang berkaitan dengan NOS mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman siswa mengenai NOS. Kegiatan membaca juga dapat meningkatkan penghargaan terhadap Sains dengan sendirinya. Membaca buku, dan membuat laporan tertulis atau tinjauan buku, mampu menyediakan latar belakang pengetahuan yang kokoh untuk mempersiapkan dan menunjang siswa menuju diskusi kelas (Wenning, 2006a).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan, guru membuka ruang diskusi untuk melayani pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diajukan oleh siswa. Langkah ini disebut dengan case study discussions (Herreid, dalam Wenning, 2006a). Case study discussions adalah forum yang baik sekali untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman tentang NOS, secara khas menghadirkan sebuah persoalan, kemudian siswa berdiskusi untuk memecahkan masalah tersebut. Aktivitas siswa yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan kuantitas pertanyaan dan penjelasan yang diberikan.
Pada langkah inquiry lessons, guru membimbing siswa dalam berpikir dan
memfokuskan pertanyaan, prosedur pembelajaran yang akan dilakukan, menyajikan pijakan, pemodelan, dan penjelasan seperlunya tentang penelitian ilmiah, menjelaskan cara mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang akan ditemukan dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa yang diakses adalah kesesuaian pertanyaan pembelajaran yang diajukan, ketepatan prosedur pembelajaran yang akan dilakukan, kecermatan memprediksi masalah, hambatan dan upaya pemecahan yang diajukan (Santyasa, 2006).
Pada saat guru memimpin inquiry lessons, mereka dapat menggunakan pemikiran protocol untuk menyediakan wawasan (insights) tentang pekerjaan-pekerjaan Sains. Guru dapat memandu siswa berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan penuntun, mereka memberikan pedoman dengan tegas tentang prosedur yang dapat dikerjakan, dan memberikan pengajaran yang jelas pada saat percontohan praktek inquiri ilmiah (Wenning, 2006a).
Inquiry labs, bertentangan dengan buku resep (cookbook) lab tradisional, langkah ini dapat membantu siswa belajar dan mengerti keterampilan proses intelektual seorang ilmuwan dan hakikat inquiri ilmiah. Inquiry labs dikemudikan oleh pertanyaan penuntun yang berkelanjutan pada perjanjian intelektual, memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking), fokus perhatian siswa pada pengumpulan dan interpretasi data, dan menolong siswa menemukan konsep baru, prinsip, atau hukum-hukum melalui kreasi dan kontrol eksperimen mereka sendiri. Inquiry labs membantu siswa menggunakan prosedur yang lebih konsisten dengan hakikat praktek ilmiah yang sesungguhnya (Wenning, 2006a).
Inquiry labs merupakan kegiatan yang dapat membantu siswa belajar dan memahami kaidah penelitian ilmiah. Kegiatan ini dipandu dengan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan pembimbing. Hasil belajar siswa dari tahapan ini adalah laporan yang disesuaikan dengan kaidah ilmiah, yaitu berkenaan dengan sistematika penulisan, bahasa sajian, dan penulisan daftar pustaka. Isi laporan yang diperhatikan adalah kesesuaian laporan dengan pertanyaan pembelajaran, keluasan dan kedalaman pembahasan yang disajikan, kesesuaian simpulan dan saran yang disajikan (Santyasa, 2006).
Pada tahap historical studies siswa didorong untuk menyajikan deskripsi tentang manfaat pembelajaran yang dilakukan, tidak hanya mengenai pemahamannya terhadap NOS dan kemampuan mengungkap dan menerapkan pemahaman terhadap realitas alam, tetapi juga perkembangan sikap dan persepsi siswa terhadap materi yang menjadi obyek Inquiy labs. Pengalaman belajar siswa yang diakses pada tahapan ini, adalah kemampuan mengelaborasi berbagai aspek penelitian ilmiah, kemampuan mengungkap, memahami, dan menerapkan hakekat pengetahuan yang menjadi obyek Inquiry labs, kemampuan mendeskripsikan pengetahuan dalam perspektif historis dan budaya yang berbeda (Santyasa, 2006).
Historical studies, dapat digunakan sebagai alat bukti yang kuat untuk tidak hanya mengajar tentang NOS, tetapi juga meletakkan perhatian siswa pada fisika dan meningkatkan perhatian siswa pada pokok pelajaran. Terdapat dua alasan prinsip untuk memasukkan beberapa pengetahuan tentang sejarah dapat direkomendasi. Pertama, penyamarataan tentang bagaimana usaha ilmiah beroperasi akan menjadi kosong tanpa contoh-contoh nyata. Kedua, beberapa peristiwa dalam sejarah kegiatan ilmiah adalah jauh melebihi kebudayaan yang kita warisi (AAAS, dalam Wenning, 2006a).
Langkah multiple assessments hendaknya berorientasi pada pemahaman siswa terhadap NOS (Nature of Science). Teknik-teknik asesmen yang dapat dilakukan adalah asesmen kinerja, portofolio, dan tes (tes pilihan ganda diperluas dan tes uraian). Aktivitas siswa yang diases adalah kemampuan merencanakan, kemampuan melaksanakan, kemampuan presentasi, kemampuan melaporkan secara tertulis, kemampuan melaporkan secara lisan, pembuatan jurnal berkala, fokus pemahaman terhadap NOS, sikap dan persepsi siswa terhadap pelajaran dan model pembelajaran yang diterapkan. Untuk meminimisasi subyektivitas penilaian, assesmen hendaknya dilengkapi dengan rubrik, sehingga mampu menilai siswa secara lebih akurat (Santyasa, 2006).
Berbagai macam strategi telah diusulkan untuk menanamkan pemahaman yang pantas mengenai hakikat Sains (Nature of Science), seperti meninjau ulang tujuan dan penilaian Sains di sekolah dengan perhatian yang lebih besar pada hakikat Sains menghasilkan kesesuaian materi pengajaran agar dapat menyampaikan gambaran yang pantas mengenai hakikat Sains, dan membenahi pendidikan guru (Mackay et al., dalam Yip, 2006). Di antara semua strategi tersebut, yang paling penting adalah menjamin perkembangan kesesuaian pemahaman guru Sains terhadap hakikat dan proses Sains. Melalui perbaikan dalam persiapan guru, maka guru Sains dapat menghargai arti penting dari hakikat Sains dan mempertimbangkan dengan serius untuk memasukkannya ke dalam implementasi kurikulum.
Penggabungan mata pelajaran Sains sudah berhasil membantu siswa mengembangkan pandangan yang lebih sesuai tentang hakikat Sains. Ini artinya bahwa peningkatan penting dalam konsepsi guru tentang hakikat Sains dapat dicapai oleh pemasukan elemen yang sesuai ke dalam program pendidikan guru. Pendekatan sejarah, bersama dengan aktivitas pembelajaran interaktif seperti diskusi grup kecil yang dipandu oleh guru mata pelajaran, kelihatannya menjadi strategi yang efektif untuk membantu guru Sains membangun pemahaman yang pantas mengenai metode dan hakikat Sains (Yip, 2006).
Refleksi yang mendalam dan teknik pemetaan kognitif adalah upaya untuk menggali dan menggunakan kepercayaan peserta tentang NOS dan konseptualisasi terhadap pendidikan Sains. Pendekatan ini memberikan kesempatan peserta untuk melakukan penyelidikan dan refleksi dalam pemikirannya. Peta kognitif sangat efektif dalam memulai proses refleksi. Teknik dan strategi ini dapat digunakan dalam upaya mencapai perubahan konseptual dengan melibatkan guru dalam penyelidikan dan refleksi pada kepercayaan siswa (Irez, 2007).
Dalam rangka mencapai kesuksesan dalam pembelajaran mengenai hakekat Sains (Nature of Science) para guru harus dilengkapi dengan pemahaman essensial, ketepatan praktek pedagogik, dan kesesuaian motivasi sehingga mereka dapat memaksimalkan apa yang siswa pelajari dalam area topik tertentu (Wenning, 2006a).
Model Pembelajaran Berorientasi NOS (Nature of Science)
Reviewed by Sastra Project
on
January 09, 2013
Rating:
ReplyDeleteThank you, your article is very good
viagra asli
cialis asli
viagra jakarta
viagra asli jakarta
toko viagra jakarta
jual viagra jakarta
agen viagra jakarta
toko viagra asli
jual viagra asli
jual viagra
toko viagra
agen viagra
cialis jakarta
cialis asli jakarta
titan gel asli
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
viagra cod jakarta
obat viagra jakarta
obat viagra asli
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
jual cialis
toko cialis
obat cialis
obat cialis asli
obat kuat cialis
obat cialis jakarta
toko cialis jakarta
jual cialis jakarta
agen cialis jakarta
toko titan gel
jual titan gel
vitamale asli
permen soloco asli
maxman asli
vimax asli
viagra
titan gel
hammer of thor
hammer of thor asli
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli jakarta