Model Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)

Dalam kegiatan pembelajaran, siswa harus mempelajari kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah dari fakta-fakta yang sudah ada (learn by doing). Pada proses pembelajaran, siswa melakukan suatu kegiatan untuk dirinya sendiri sehingga mereka bisa memahami bagaimana belajar dan bekerja untuk dirinya sendiri. Pada intinya belajar dengan melakukan sendiri dengan tujuan agar siswa mampu berpikir reflektif (Barrow, 2006). Peaget juga menjelaskan bahwa pengetahuan adalah suatu konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang (Winataputra, 2007). Model pembelajaran yang memberikan kesempatan (autonomi) kepada siswa untuk melakukan dan mengelola sendiri pembelajarannya
adalah model Self Regulated Learning (SRL). SRL adalah suatu model pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mengelola secara efektif pembelajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Pintrich (dalam Fujita dan Isaacson, 2006) menjelaskan SRL sebagai proses aktif, mengarahkan tujuan pembelajaran, mengontrol proses pembelajaran, menumbuhkan motivasi sendiri (self motivation) dan kepercayaan diri (self efficacy), serta memilih atau mengatur aspek lingkungan untuk mendukung belajar. Lingkungan belajar yang diatur oleh siswa dalam pembelajaran mencakup lingkungan fisik dan non fisik.

Menurut Gagne dan Marzano (dalam Nogroho, 2003), SRL dilandasi oleh paham konstruktivisme, di mana pembelajaran dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa untuk mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi suatu pengetahuan baru yang bermakna. Pada proses pembelajaran siswa tidak hanya menerima begitu saja apa yang disajikan guru melainkan juga membangun hubungan-hubungan baru dari konsep dan prinsip yang dipelajari berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Pada model pembelajaran SRL siswa ditekankan untuk bisa menguasai bagaimana cara dan kondisi yang terbaik bagi dirinya untuk belajar. Siswa juga mungkin mencari teman sebaya atau bantuan guru jika menemukan kesulitan dalam belajar (Wahyono, 2005). Empat prinsip SRL yaitu: 1) mempersiapkan lingkungan belajar, 2) mengorganisasi materi, 3) memonitor kemajuan diri, dan 4) melakukan evaluasi terhadap kinerja (Lee et al , 2007).

SRL dilaksanakan dalam tiga fase, yaitu fase perencanaan, kinerja, dan refleksi diri. Pada fase perencanaan, siswa mengadakan perencanaan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakuakan. Perencanaan ini berdasarkan pada tujuan pembelajaran yang diberikan guru. Kedua yaitu fase kinerja yang merupakan penerapan dari perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Kinerja melibatkan proses berpikir, menulis, dan berbicara dalam memecahkan masalah serta membangun pengetahuan. Fase ini dilakukan dengan penstrukturan lingkungan belajar yang tepat. Penstrukturan lingkungan ini dimaksudkan yaitu siswa dapat memilih lingkungan belajar yang tepat serta mencari bantuan dalam belajar. Apabila mengalami kesulitan siswa bisa minta bantuan kepada siswa lain atau guru. Jika ada masalah yang tidak terpecahkan, kemudian akan diadakan diskusi pemecahan masalah (problem solving). Fase yang ketiga yaitu refleksi diri yang dilakukan dengan mengadakan penilaian terhadap diri sendiri. Penilaian diri merupakan proses membandingkan antara hasil dari kinerja yang telah dilakukan dengan tujuan pembelajaran. Philip (2006) mengemukakan bahwa refleksi diri ataupun penilaian diri merupakan bagian yang terpenting dan merupakan salah satu keunggulan SRL. Refleksi diri harus dipegang oleh siswa dalam proses belajar sehingga mampu mencapai hasil yang lebih optimal.

Adanya tindakan mengontrol dan merefleksi seluruh proses kognitif yang terjadi, maka siswa akan menemukan sendiri konsep-konsep dalam pembelajaran dan memahaminya secara lebih mendalam. Hal ini menyebabkan siswa memiliki kebermaknaan terhadap apa yang dipelajari. SRL memberikan kontribusi yang positif kepada siswa, yaitu.

1) Siswa secara personal dapat meningkatkan kemampuannya untuk belajar melalui motivasi diri dan kepercayaan diri.

2) Siswa secara proaktif dapat memilih struktur dan mengkreasi lingkungan belajar yang meliputi aspek fisik dan non fisik yang menguntungkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3) Siswa dapat memainkan peran yang signifikan dalam memilih bentuk dan aktivitas belajar sesuai dengan kebutuhannya.

Modal potensi kecerdasan dan bakat tidaklah cukup untuk mendorong kesuksesan dalam belajar. Potensi kecerdasan dan bakat yang dimiliki jangan dibiarkan diam begitu saja, tetapi selalu ditumbuhkembangkan. Dorongan psikologi yang bersifat mendidik (psico-educatif) sangatlah penting untuk menumbuhkembangkan potensi kecerdasan dan bakat sehingga mencapai keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran. Salah satu bentuknya adalah motivasi dan kepercayaan diri. Menurut Sunawan (2005) dalam pembelajaran SRL, untuk mengoptimalkan hasil belajar yang diperlukan yaitu self-motivation, self-efficacy, dan self-evaluation selain potensi kecerdasan dan bakat.

1) Motivasi diri (Self motivation).

SRL menekankan pada penumbuhan motivasi diri (self motivation) pada siswa. Motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Motivasi belajar merupakan kondisi psikologis yang mendorong pebelajar untuk belajar. Motivasi berkaitan dengan sumber pendorong yang mengarahkan perilaku untuk belajar. Motivasi merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Siswa yang tidak mempunya motivasi tidak akan berusaha keras untuk belajar. Semakin tinggi motivasi seseorang maka kemauan belajarnya juga akan semakin tinggi.

Motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu. a) Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri, b) Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Self motivation adalah motivasi internal untuk melakukan suatu usaha demi suatu tujuan. Dalam kegiatan belajar, self-motivation dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Pada intinya bahwa self-motivation merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Gagne (dalam Dahar, 1989) mengemukakan bahwa langkah pertama dalam suatu pembelajaran yaitu memotivasi para siswa untuk belajar. Dalam pembelajaran, jika siswa diberikan kesempatan menentukan tujuan sendiri serta menghadapi permasalahan yang sesuai dengan kemampuannya sendiri, maka mereka akan menjadi lebih termotivasi untuk belajar. Self motivation dalam belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif dalam kegiatan belajar sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Self motivation memegang peranan penting dalam pembelajaran yaitu: a) menentukan hal-hal yang bisa dijadikan penguat belajar, a) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, dan 3) menentukan ketekunan belajar.

2) Kepercayaan diri (Self efficacy)

Self efficacy yaitu percaya terhadap diri sendiri bahwa mampu untuk mencapai target dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Self efficacy juga didefinisikan sebagai keyakinan tentang kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas yang diberikan (Zhu, 2007).

Menurut Bandura (dalam Susanto, 2006) semakin mampu siswa meyakini kemampuannya, maka semakin mantap bertahan untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Siswa yang memandang dirinya mampu memecahkan masalah akan memilih untuk mengerjakan tugas dibandingkan siswa yang tidak memandang dirinya mampu memecahkan masalah. Self efficacy menyebabkan tingkat pencapaian yang diperolah siswa dalam proses pembelajaran akan menjadi lebih optimal. Faktor utama sebagai sumber Self efficacy, yaitu: 1) pengalaman belajar, 2) umpan balik dari orang lain (feedback), dan 3) perasaan keterlibatan dalam pembelajaran.

3) Evaluasi diri (Self Evaluation) Self evaluation yaitu penilaian terhadap kinerja yang ditampilkan oleh diri sendiri dalam upaya mencapai tujuan dan menjelaskan penyebab yang signifikan terhadap hasil yang dicapainya. Menurut Fujita dan Isaacson (2006) evaluasi diri berfokus pada membandingkan kinerja, standar atau tujuan yang telah ditetapkan terhadap hasil belajar yang dicapai. Kegiatan evaluasi diri ini meliputi seluruh proses aktivitas berpikir. Pada tahap evaluasi ini, siswa menilai keberhasilan atau kegagalannya di mana hasilnya akan dijadikan bahan untuk melaksanakan proses regulasi diri selanjutnya (Susanto, 2006). Kemampuan mengevaluasi diri ini memainkan peranan penting dalam sebuah siklus belajar. Dengan mengetahui kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki, pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan dapat menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa. Kontribusi evaluasi diri dalam pembelajaran dapat dilihat pada Gambar dibawah



Berdasarkan diagram tersebut Rolheiser dan Ross (2001) menyarankan agar pebelajar memiliki kemauan untuk berlatih melakukan evaluasi diri. Evaluasi diri mendorong siswa untuk menetapkan tujuan (goal) yang lebih tinggi. Untuk itu pebelajar harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi antara tujuan dengan usaha (effort) merupakan tingkat pencapaian siswa (achievement). Kemudian diadakan evaluasi diri (self evaluation) terhadap tingkat pencapaian dengan bercermin pada tujuan yang telah ditetapkan. Hasil dari evaluasi diri adalah adanya suatu pernyataan (self judgement) dan reaksi (self reaction) dari siswa untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam dirinya. Hal ini akhirnya dapat menumbuhkan suatu kepercayaan diri pada siswa (Self convidence). Evaluasi diri (self evaluation) memberikan kontribusi yang positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa yaitu sebagai berikut.

1) Self evaluation akan memfokuskan perhatian siswa pada tujuan pembelajaran.

2) Dengan Self evaluation, siswa akan memberikan perhatian lebih pada pembelajaran dan tidak sekadar bekerja. Self evaluation dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan siswa


KLIK "Show" UNTUK MELIHAT REFERENSI
Alharbi, A., Paul, D., Henskens, F. & Hannaford, M. 2011. An investigation into the learning styles and self-regulated learning strategies for computer science students. Proceeding Ascilite Hobart 2011. 36-46. Tersedia pada http://www.ascilite.org.au. Diakses pada tanggal 8 Juni 2012. Ben-Ari, M. 1997. Constructivism in computer science education. Artikel. Tersedia pada http://dis.eafit.edu.co. Diakses pada tanggal 5 Februari 2013.

Budiningsih, C. A. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Cet. Ke-1. Jakarta: PT Rineka Cipta

Latipah, E. 2010. Strategi self regulated learning dan prestasi belajar: kajian meta analisis. Jurnal Psikologi. 37(1). 110-128. Tersedia pada http://isjd.pdii .lipi. go.id. Diakses pada 10 Juli 2012.

Loong, T. E. 2012. Self-regulated learning between low-, average-, and high math achievers among pre-university international students in malaysia. European Journal of Social Sciences. 30(2). 302-312. Tersedia pada http://www.europeanjournalofsocialsciences.com. Diakses pada tanggal 10 Juli 2012.

Magno, C. 2011. The predictive validity of the academic self-regulated learning scale. The International Journal of Educational and Psychological Assessment. 9(1). 48-56. Tersedia pada https://sites.google.com. Diakses pada tanggal 23 Maret 2012.

Sahabudin, N. A. & Ali, M. B. 2012. Combination of two learning approaches which are self-regulated learning and personalized learning (SRPL). International Conference on Management and Education Innovation. 37. 179-183. Tersedia pada http://www.ipedr.com. Diakses pada tanggal 12 September 2012.

Sardareh, S. A., Saad, M. R. H. & Boroomand, R. 2012. Self-regulated learning strategies (SRLS) and academic achievement in pre-university EFL learners. California Linguistic Notes. 37(1). 1-35. Tersedia pada http:// hss. Fullerton. edu. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012.

Sunggur, S. & Gungoren, S. 2009. The role of classroom environment perceptions in self-regulated learning and science achievement. Elementary Education Online. 8(3). 883-900. Tersedia pada http://ilkogretim-online.org.tr. Diakses pada tanggal 8 Desember 2012.

Tarmidi & Wulandari H. 2005. Prestasi belajar ditinjau dari persespi siswa terhadap iklim kelas pada siswa yang mengikuti program percepatan belajar. Psikologia. 1(1). 19-27. Tersedia pada http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 8 Desember 2012.

Zarei, A. A. 2012. On the relationship between self-regulated learning components and l2 vocabulary knowledge and reading comprehension. Theory and Practice in Language Studies. 2(9). 1939-1944. Tersedia pada http://ojs.academypublisher.com. Diakses pada 7 Oktober 2012.

Zimmerman, B. J. & Martines-Pons, M. 1990. Student differences in self-regulated learning: relating grade, sex, and giftedness to self-efficacy and strategy use. Journal of Educational Psychology. 82(1). 51-59. Tersedia pada http://technologication.com. Diakses pada tanggal 5 Februari 2013.
Model Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) Model Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) Reviewed by Sastra Project on January 15, 2013 Rating: 5

1 comment:

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini

Powered by Blogger.