Menurut Graham (2006) blended
learning mempunyai
dua tipe lingkungan pembelajaran, yakni ada lingkungan pembelajaran tatap muka
secara tradisional (traditional face to
face learning environment) yang masih digunakan di sekitar daerah pedesaan
dan distributed learning environment
yang sudah mulai berkembang seiring dengan teknologi-teknologi baru yang
memungkinkan perluasan untuk mendistribusikan komunikasi dan interaksi.
Blended learning adalah konsep belajar hibrida yang mengintegrasikan sesi kelas tradisional dan elemen e-learning dalam upaya untuk menggabungkan manfaat dari kedua bentuk pembelajaran (Reay dalam Yaman et al, 2010). Di sisi yang lain, Colis & Moonen (2001) mengemukakan bahwa model blended learning adalah campuran dari pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak hanya terjadi di kelas saja namun juga dapat dilakukan di luar kelas. Blended learning adalah program pengiriman yang memanfaatkan lebih dari satu metode untuk memberikan informasi kepada pelajar (Garrison &kanuka dalam Shroff et al,2010).
Blended learning adalah konsep belajar hibrida yang mengintegrasikan sesi kelas tradisional dan elemen e-learning dalam upaya untuk menggabungkan manfaat dari kedua bentuk pembelajaran (Reay dalam Yaman et al, 2010). Di sisi yang lain, Colis & Moonen (2001) mengemukakan bahwa model blended learning adalah campuran dari pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak hanya terjadi di kelas saja namun juga dapat dilakukan di luar kelas. Blended learning adalah program pengiriman yang memanfaatkan lebih dari satu metode untuk memberikan informasi kepada pelajar (Garrison &kanuka dalam Shroff et al,2010).
Umumnya, blended learning dianggap
sebagai pembelajaran yang menggabungkan sistem tatap muka dengan instruksi teknologi
mediasi (So & Bonk, 2010). Sistem manajemen pembelajaran online (LMS) menyediakan lingkungan yang interaktif dalam komunikasi
antara siswa dan guru (Yuen, 2011). Dahulu kedua lingkungan pembelajaran dalam model blended learning tersebut tetap
digunakan secara terpisah karena menggunakan kombinasi media dan metode yang
berbeda dan digunakan pada kebutuhan audien (peserta didik) yang berbeda (Zuvic
et al.,2010). Misalnya tipe face to face learning terjadi dalam teacher-directed environment dengan
interaksi person-to-person dalam live
synchronous (pembelajaran langsung bergantung waktu) dan lingkungan yang high-fidelity. Sedangkan sistem distance learning menekankan pada self-paced learning dan pembelajaran
dengan interaksi materi-materi yang
terjadi dalam asynchronous (tidak tergantung
waktu) dan lingkungan low-fidelity
(hanya teks).
Pada zaman sekarang istilah model blended learning sudah pada tahapan penggabungan kedua lingkungan
di atas, tidak terpisah lagi, artinya ada saat pembelajaran menggunakan metode,
media dan audien yang sama, yakni dengan menggunakan pembelajaran berbasis
web. Hal ini
berbeda dengan istilah model blended
learning pada masa yang akan datang, karena pada masa yang akan datang
sistem blended akan lebih mendominasi
dalam sebuah pembelajaran daripada blended
sekarang. Artinya face to face learning
akan semakin ditinggalkan. Sistem pembelajaran tradisional yang ada akan
semakin tenggelam dengan membudayanya lingkungan pembelajaran yang dimediasi
oleh teknologi komputer dan internet.
Gambar 1. Model blended
learning pada masa lalu, sekarang , dan yang akan datang
Secara mendasar terdapat tiga tahapan dasar dalam model blended learning yang mengacu pembelajaran berbasis ICT,
seperti yang diusulkan oleh Grant Ramsay (dalam Tao, 2011), yakni: (1) seeking of information, (2) acquisition of information, dan (3) synthesizing of knowledge. Tahapan seeking of information, mencakup
pencarian informasi dari berbagai sumber informasi yang tersedia di TIK,
memilih secara kritis diantara sumber penyedia informasi dengan berpatokan pada
content of relevantion, content of validity/releability, dan academic clarity. Pengajar berperan
sebagai pakar yang dapat memberikan masukan dan nasehat guna membatasi
pebelajar dari tumpukan informasi
potensial dalam TIK.
Pada tahapan acquisition
of information, pebelajar secara individual maupun dalam kelompok
kooperatif-kolaboratif berupaya untuk menemukan, memahami, serta
mengkonfrontasikannya dengan ide atau gagasan yang telah ada dalam pikiran
pebelajar, kemudian menginterprestasikan informasi/pengetahuan dari berbagai
sumber yang tersedia, sampai mereka mampu kembali mengkomunikasikan dan
menginterpretasikan ide-ide dan hasil interprestasinya menggunakan fasilitas
TIK. Tahap terakhir pembelajaran berbasis TIK adalah tahap synthesizing of knowledge adalah mengkonstruksi/merekonstruksi
pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil
analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh.
Secara lengkap peran guru dalam pembelajaran sains (fisika) sesuai dengan model blended learning, dapat dipaparkan
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1.
Sintak Model Blended Learning
Sintak
|
Peran Guru
|
(1)
|
(2)
|
Fase: seeking of information
Pencarian
informasi sains (fisika) dari berbagai sumber informasi yang tersedia di TIK (online),
buku, maupun penyampaian/ pendemonstrasian fenomena empirik sains
melalui face to face di kelas
|
·
Guru menyampaikan kompetensi dan tujuan pembelajaran untuk menginisiasi
kesiapan belajar siswa sekaligus mempersiapkan siswa dalam proses eksplorasi
konsep sains yang relevan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka (face to face) di kelas maupun
pembelajaran dengan suplemen TIK(online).
Kegiatan eksplorasi konsep dapat dilakukan secara individual maupun kelompok
·
Guru memfasilitasi, membantu, dan mengawasi siswa dalam proses
eksplorasi konsep sains, sehingga informasi yang diperoleh tetap relevan
dengan topik sains (fisika) yang sedang dibahas, serta diyakini
validitas/reliabilitas dan
akuntabilitas akademiknya.
|
Fase: acquisition of information
Menginterprestasi
dan mengelaborasi informasi secara personal maupun komunal
|
·
Guru membimbing siswa mengerjakan LKS
dalam diskusi kelompok untuk menginventarisasi informasi,
menginterpretasi dan mengelaborasi konsep sains menuju pemahaman terhadap
topik sains (fisika) yang sedang dibelajarkan.
·
Guru mengkonfrontasi ide atau
gagasan yang telah ada dalam pikiran siswa dengan hasil interprestasi
informasi/pengetahuan dari berbagai sumber yang tersedia.
·
Guru mendorong dan memfasilitasi siswa untuk mengkomunikasikan hasil
interprestasi dan elaborasi ide-ide sains secara tatap muka (face to face) maupun menggunakan fasilitas TIK (online), secara kelompok maupun
personal.
·
Guru men-scaffolding siswa
dalam mengerjakan soal-soal sains (fisika) baik secara personal maupun dalam kelompok
·
Guru menugaskan siswa untuk mengelaborasi penguasaan konsep sains (fisika) melalui pemberian soal-soal
sains (fisika) yang
bersifat terbuka dan kaya (open-rich
problem).
|
Fase: synthesizing of knowledge
Merekonstruksi
pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil
analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh
|
·
Guru menjustifikasi hasil eksplorasi dan akuisasi konsep sains secara
akademik, dan bersama-sama siswa menyimpulkan konsep sains (fisika) yang dibelajarkan.
·
Guru membantu siswa mensintesis pengetahuan dalam struktur kognitifnya
·
Guru mendampingi siswa dalam mengkonstruksi/merekonstruksi konsep sains (fisika) melalui proses akomodasi dan
asimilasi bertolak dari hasil analisis,
diskusi dan perumusan kesimpulan terhadap informasi sains yang dibelajarkan
|
(Diadaptasi dari Grant,2001)
Velle (2001) mengemukakan beberapa
keuntungan pengintegrasian TIK dalam
pembelajaran, yaitu: (1) pebelajar lebih termotivasi belajar dengan dukungan
TIK, (2) aktivitas dan keterlibatan belajar lebih tinggi karena TIK lebih
interaktif dan menantang, (3) ICT menyediakan potensi sumber informasi yang
sangat luas, (4) dapat memvisualisasikan model kompleks sehingga memudahkan
pemahaman, (5) dapat melakukan tugas berulang secara cepat dan akurat, (6)
proses belajar dapat melampaui ruang dan waktu, dan (7) dapat menampilkan
rancangan pembelajaran yang lebih kreatif, interaktif dan inovatif. Hal ini didukung
oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan efektivitas pemanfaatan TIK
dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Mardana (2004) dan
Suwindra (2004) menemukan bahwa pemanfaatan komputer sebagai inovasi teknologi
pembelajaran dengan pemodelan simulasi secara signifikan dapat meningkatkan
hasil belajar dan literasi komputer siswa.
REFERENSI :
KLIK "Show" UNTUK MELIHAT REFERENSI
Model Pembelajaran Blended Learning
Reviewed by Sastra Project
on
July 16, 2016
Rating:
Penjelasan nya bagus, bagaimana cara mendapatkan sumber buku dari sintaks blended min dari grant Ramsay, sya butuh buku trsbt
ReplyDelete
ReplyDeleteThank you, your article is very good
viagra asli
cialis asli
viagra jakarta
viagra asli jakarta
toko viagra jakarta
jual viagra jakarta
agen viagra jakarta
toko viagra asli
jual viagra asli
jual viagra
toko viagra
agen viagra
cialis jakarta
cialis asli jakarta
titan gel asli
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
viagra cod jakarta
obat viagra jakarta
obat viagra asli
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
jual cialis
toko cialis
obat cialis
obat cialis asli
obat kuat cialis
obat cialis jakarta
toko cialis jakarta
jual cialis jakarta
agen cialis jakarta
toko titan gel
jual titan gel
vitamale asli
permen soloco asli
maxman asli
vimax asli
viagra
titan gel
hammer of thor
hammer of thor asli
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli jakarta
Postingan yang sangat informatif. Barangkali artikel berikut bisa melengkapi.
ReplyDeletehttps://www.weedutap.com/2020/05/potret-implementasi-pembelajaran-daring.html
https://www.weedutap.com/2020/05/membangun-blended-learning.html