Strategi Problem Solving

Manusia dalam kehidupannya selalu berhadapan dengan masalah. Masalah merupakan tugas-tugas yang meminta seseorang untuk merancang sederetan aksi yang dimulai dari suatu kondisi awal sampai kepada berbagai tujuan tertentu (Suma, 2006). Chi & Glaser (dalam Schunk, 2009) menyatakan bahwa masalah merupakan suatu situasi di mana seseorang berusaha untuk mencapai beberapa tujuan dan harus mendapatkan suatu arti karena berada pada situasi tersebut

Berdasarkan konteksnya, masalah fisika dapat dibedakan atas masalah akademik (academic problems/standard problems) dan masalah dunia nyata (real-world problems/context rich problems) (Suma, 2006). Permasalahan akademik disebut juga context poor problems merupakan permasalahan yang mengacu pada textbooks di mana variabel-variabelnya terdefinisi dengan jelas. Context rich problems merupakan permasalahan yang berkaitan dengan situasi kehidupan nyata di mana variabel yang tidak diketahui tidak tersedia secara eksplisit, menyajikan informasi yang tidak berguna untuk solusinya, beberapa informasi yang dibutuhkan tidak ada, dan membutuhkan asumsi yang layak untuk mempermudah situasi permasalahan dan memungkinkan solusi yang bermakna (Erceg et  al, 2011).
Permasalahan dengan tipe context rich problems memiliki ciri dimana siswa merupakan tokoh utama dalam cerita dan kata ganti personal yang digunakan adalah anda (Benckert et al., 2008). Karakteristik lain dari tipe masalah ini adalah statemen permasalahan tidak selalu menentukan variabel yang tidak diketahui. Informasi lebih lanjut dapat tersedia daripada yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah atau beberapa informasi yang diperlukan mungkin hilang.
Pemecahan masalah merupakan bagian fundamental dari pembelajaran fisika (Adeyemo, 2010). Pemecahan masalah merupakan sarana untuk menemu-kan atau menciptakan solusi baru untuk masalah atau untuk menerapkan aturan baru yang harus dipelajari (Manapure, 2011). Pemecahan masalah mencakup integrasi berbagai konsep dan keterampilan untuk mengatasi situasi yang kompleks dan tidak biasa. Pengajaran pemecahan masalah harus senantiasa menyertai pembelajaran fisika. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran sepanjang hayat di dalam tingginya perubahan personal dan dunia kerja (Erceg et al., 2011). 
Siswa memerlukan strategi dalam proses pemecahan masalah. Best (dalam Magno, 2011) menyatakan bahwa strategi merupakan sebuah metode yang memungkinkan penyediaan beberapa solusi dari suatu masalah dan memberikan beberapa informasi. Strategi merupakan suatu hal yang penting dalam pemahaman proses pemecahan masalah karena individu mempergunakan beberapa strategi agar mendatangkan suatu solusi bagi permasalahan.
Krulik & Rudnick (dalam Santyasa, 2007) menyatakan bahwa problem solving adalah upaya peserta didik untuk menemukan jawaban masalah yang dihadapi berdasarkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Pada tingkat ini para anak didik belajar merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang meng-gambarkan atau membangkitkan situasi problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya (Djamarah & Zain, 2002). Beberapa penelitian mengungkapkan perbedaan yang signifikan dalam strategi yang digunakan oleh expert (ahli) dan novice (pemula) saat memecahkan masalah (Buffler & Allie, 1993; Erceg et al., 2011). Perbedaan ini didasarkan pada jenis pengetahuan, cara pengorganisasian dan penggunaan pengetahuan yang mereka miliki. Perbedaan ini diperlihatkan pada Gambar di bawah

Gambar Perbedaan antara expert dan novice problem solver 

Ketika berhadapan dengan masalah, expert problem solver melakukan serangkaian analisis kualitatif dari permasalahan dan mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar dan konsep yang berkaitan. Mereka mengorganisir pengetahuan mereka dalam cara yang sangat terstruktur dan sangat berkaitan sehingga dapat diterapkan dalam situasi yang berbeda. Setelah proses analisis kualitatif dilakukan, kemudian dilakukan operasi matematika yang sesuai dengan manipulasi aljabar dan angka hingga selesai ke tahap akhir. Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi memberikan penyelesaian yang efisien dari langkah-langkah solusi selanjutnya.
Berbeda dengan expert problem solver, novice problem solver sebagian besar berfokus pada manipulasi persamaan yang didapatkan dari awal proses pemecahan masalah. Mereka berusaha untuk mencapai solusi sesegera mungkin menggunakan serangkaian persamaan matematika dan akhirnya mengalami kesulitan dengan cepat. Kesulitan tersebut dialami karena minimnya penggunaan pengetahuan konseptual dan juga dorongan pada proses untuk mendapatkan jawaban.
Kemampuan awal siswa dan tingkat perkembangan mereka sangat menentukan dalam pengajaran pemecahan masalah. Hal ini dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Heckler (2010) mengenai konsekuensi dari anjuran untuk membuat diagram gaya terhadap siswa novice fisika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang diminta untuk menggambar diagram gaya kurang mungkin untuk mendapatkan solusi yang benar daripada mereka yang tidak diminta untuk memecahkan masalah dengan cara tertentu. Hal tersebut menyiratkan bahwa mengabaikan kemampuan awal siswa dalam memecahkan masalah dan tahap perkembangan yang diperlukan dalam pembelajaran pemecahan masalah dapat menyebabkan ketidakcocokan yang serius dalam apa yang diajarkan dan apa yang dimaksudkan untuk dipelajari.
Tipe permasalahan yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda dalam proses pemecahan masalah yang dialami siswa. Hal ini dinyatakan oleh Suma (2006) bahwa permasalahan akademik cenderung mendorong pembelajar untuk menggunakan formulaic strategy, yakni pemilihan rumus-rumus atau persamaan-persamaan yang cocok untuk suatu masalah dan mendorong pembelajar menghafal rumus-rumus dan persamaan-persamaan. Sementara itu, permasalahan realistik mendorong siswa untuk mengidentifikasi konsep-konsep fisika apa yang akan digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Pembelajar harus menganalisis permasalahan tersebut terlebih dahulu secara kualitatif, baru kemudian diikuti dengan algoritma matematik.
Caliskan et al. (2010) menyatakan terdapat lima langkah dalam strategi pemecahan masalah yang disebut dengan UQAPAC problem solving strategi. Langkah-langkah ini terdiri dari understanding the problem, qualitative analyzing of the problem, solution plan for the problem, applying the solution plan, dan cheking. Langkah-langkah tersebut dilakukan setelah siswa mempelajari konsep-konsep dan prinsip fisika. Deskripsi mengenai langkah-langkah UQAPAC problem solving strategy yang dijabarkan dalam Tabel 1.
Proses pemecahan masalah dilakukan dengan setting kelompok kooperatif. Hal ini dikarenakan dengan setting kelompok kooperatif, siswa dapat saling membantu dan bertukar informasi, saling memberikan kritik dan koreksi terhadap ide-ide anggota kelompok (Suma, 2006). Selain itu, belajar kooperatif dapat membantu siswa yang kurang dan mendorong siswa yang pandai untuk membantu siswa yang lemah. Heller & Heller (2010) dalam bukunya yang berjudul Cooperative problem solving in physics a user’s manual menyatakan perbedaan antara traditional group and cooperative group problem solving yang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 1. UQAPAC problem strategy
Fase
Deskripsi
1)    Understanding the problem

a)             Membaca masalah dengan hati-hati.
b)             Menuliskan masalah dengan kalimat sendiri.
c)             Menuliskan variabel yang diketahui (dilengkapi dengan satuan).
d)             Menuliskan variabel yang ditanyakan (dilengkapi dengan satuan).
e)             Visualisasi masalah dengan membuat diagram atau
f)              menetapkan koneksi antara diagram dengan permasalahan.
g)             Menentukan sifat skalar dan vektor dari variabel
yang diketahui dan ditanyakan
2)    Qualitative analyzing of the problem

a)             Menentukan konsep utama dari masalah dalam fisika.
b)             Menentukan pendekatan umum dari masalah.
c)             Mengungkapkan hukum dasar yang berkaitan dengan permasalahan dan bagaimana cara menggunakannya
3)   Solution plan for the problem

a)              Merencanakan bagaimana cara untuk menemukan variabel yang ditanyakan dari variabel yang diketahui.
b)              Menuliskan formula yang berkaitan dengan masalah.
c)              Mempertimbangkan formula fisika yang ditulis apakah masuk akal atau tidak.
d)              Merumuskan formulasi final sebelum mengerjakan operasi aljabar.
e)              Mengecek apakah terdapat variabel yang tidak diketahui atau tidak dalam formula final
4)    Applying the solution plan

a)              Menggunakan variabel yang diketahui dalam masalah dengan satuannya dalam formula.
b)              Mengerjakan operasi matematika dengan hati-hati.
5)   Checking

c)             Mengecek apakah setiap variabel yang ditanyakan telah ditemukan atau tidak.
d)             Mempertimbangkan apakah hasil yang ditemukan dari masalah masuk akal atau tidak.
e)             Mengecek satuan dari hasil yang ditemukan.
f)              Mereview solusi secara keseluruhan.

 Tabel 2. Perbedaan traditional groups dan cooperative group problem solving
Traditional groups
Cooperative group
Siswa ditugaskan untuk bekerja sama, dan menerima bahwa mereka harus melakukannya (atau paling buruk, tidak memiliki kepentingan dalam me-lakukannya).

Siswa ditugaskan untuk bekerja sama dan mengakui bahwa hal ini berguna untuk melakukannya.
Masalah kelompok membutuhkan kerjasama yang sangat sedikit, hal tersebut dapat diselesaikan dengan mudah oleh individu daripada oleh suatu kelompok.

Masalah kelompok membutuhkan tingkat pengetahuan fisika dan pengambilan keputusan yang membuat mereka sulit bahkan untuk siswa terbaik untuk dipecahkan secara individual.
Kasus terbaik: Siswa percaya bahwa mereka akan dievaluasi dan dihargai sebagai individu, bukan sebagai anggota kelompok. Mereka berinteraksi terutama untuk membandingkan prosedur dan solusi mereka. Tidak ada motivasi untuk mengajar atau belajar dari satu sama lain.

Kasus Terburuk: Siswa percaya bahwa mereka bersaing untuk nilai terbaik. Ketika mereka berinteraksi, mereka melihat satu sama lain sebagai saingan yang harus dikalahkan.

Siswa percaya bahwa kesuksesan mereka tergantung pada upaya semua anggota kelompok. Mereka berinteraksi dengan membangun solusi masalah tunggal. Mereka saling membantu dengan memperjelas, menjelaskan, dan membenarkan ide-ide dan prosedur saat mereka memecahkan masalah.
Ketika kelompok tidak berfungsi dengan baik, individu melepaskan diri atau menyalahkan anggota lain dari kelompok mereka karena tidak siap. Siswa yang tidak melakukan serta mereka ingin menyalahkan anggota kelompok lain yang menyeret mereka ke bawah.

Siswa saling bertanggung jawab untuk melakukan kualitas kerja yang tinggi saat mereka memecahkan masalah bersama-sama. Semua anggota ber-tanggung jawab untuk menyediakan kepemimpinan dan menyelesaikan konflik.
Setelah diperiksa, instruktur tidak melakukan apa-apa kecuali menjawab pertanyaan faktual (atau paling buruk, menghabiskan semua waktu untuk membantu beberapa siswa men-dapatkan jawaban yang benar).

Instruktur terus memantau kelompok, pembinaan kelompok-kelompok yang membutuhkan bantuan dengan point fisika tertentu dan kelompok yang tidak berfungsi dengan baik. Hal ini diikuti dengan diskusi seluruh kelas.

REFERENSI :
KLIK "Show" UNTUK MELIHAT REFERENSI


Adeyemo, S. A. 2010. Student’s ability level and their competence in problem solving task in physics. International Journal of Educational Research and Technology. 1(2). 35-47.

Buffler, A., & Allie, S. (1993). Towards an active learning environment in physics : Developing problem solving skills through cooperative learning. Paper presented in Annual Conference of the South African Association of Academic Development, University of Cape Town. Tersedia pada http://www.phy.uct.ac.za/people/buffler/SAAAD93.pdf.

Caliskan, S., Selcuk G. S., Erol, M. 2010. Instruction of problem solving strategies on physics achievement and self efficacy beliefs. Journal of Baltic Science Education. 9(1). 20-34.

Erceg, N., Marusic, M., & Slisko, J. 2011. Student’s strategies for solving partially specified physics problems. Revista Mexicana De Fisica. 57(1). Heckler, A. F. 2010. Some consequences of prompting novice physics student’s to construct force diagrams. International Journal of Science Education. 32 (14). 1829-1851.

Heller, K., & Heller, P. 2010. Cooperative problem solving in physics a user’s manual. University of Minnesota. Tersedia pada: http:// www.aapt.org/ Conferences/newfaculty/upload/Coop-Problem-Solving-Book.pdf.

Manapure, V. 2011. The effect of problem solving method on science teacher trainees on the solution of the environmental problems a study. Indian Streams Research Journal.1(2). 17-27.

Magno, C. 2011. The use of study strategies on mathematical problem solving. The International Journal of Research and Review. 6(2). 57-82.

Schunk, D. H. 2009. Learning theorist: An educational perspectives fifth edition. New Jersey : Pearson Education.

Santyasa, I W. 2007. Model-model pembelajaran inovatif. Makalah. Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007

Suma,K.2006. Pengaruh struktur kelompok dan tipe masalah terhadap kinerja pemecahan masalah siswa. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. 39 (1).



SILAKAN BAGIKAN ARTIKEL INI MELALUI :
Strategi Problem Solving Strategi Problem Solving Reviewed by Sastra Project on July 14, 2016 Rating: 5

No comments:

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini

Powered by Blogger.