Herron (dalam Dahar, 1989) menyebutkan bahwa salah
satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivis adalah penggunaan
siklus belajar. Siklus belajar (learning cycle) merupakan salah satu
model teoritis pengembangan pengetahuan pebelajar yang berperan penting bagi
pembelajar (guru) dalam mengorganisasikan pembelajaran.
Salah satu model siklus
belajar yang banyak digunakan dalam pembelajaran adalah model yang dikembangkan
berdasarkan teori belajar Piaget yang dikenal sebagai teori konstruktivis
(Burns dalam Subagia & Wiratma, 2005). Menurut teori konstruktivis, belajar
merupakan proses pengkonstruksian pengetahuan yang dilakukan secara aktif oleh
pebelajar yang terjadi melalui proses interaksi antara pengetahuan yang
dimiliki (prior knowledge) pebelajar dengan pengalaman atau informasi
baru yang diperoleh (Fosnot dalam Subagia & Wiratma, 2005). Berdasarkan
pengertian itu maka pebelajar harus secara aktif menggali dan mengembangkan
pengetahuan secara individu. Siklus belajar dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan pembelajaran sains (science teaching).
Kunci pembelajaran dengan metode
siklus adalah aktivitas laboratorium yang diberikan sebelum pembelajaran
dimulai (Ates, 2005). Belajar bermakna akan terjadi apabila siswa mampu
mengaitkan konsep yang bersifat abstrak dengan pengalaman nyata baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun kegiatan laboratorium (Sholahuddin, 2002).
Pelaksanaan praktikum yang benar bertujuan menemukan konsep, dan melibatkan
siswa secara aktif akan mampu mengurangi tingkat keabstrakan konsep dan
kemungkinan terjadinya salah konsep. Melalui kegiatan praktikum siswa akan
mendapatkan konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung, mengamati,
menafsirkan, meramalkan, serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama kegiatan
praktikum berlangsung.
Sejak tahun 1960, penelitian
tentang metode pembelajaran siklus telah banyak dilakukan untuk mengetahuai
efektivitasnya. Hal ini cukup untuk dapat katakan bahwa pembelajaran siklus
sangat efektif untuk mengajarkan konsep sains dan secara umum dapat
meningkatkan keterampilan menyampaikan alasan siswa. Telah ditemukan pula bahwa
pembelajaran siklus belajar secara efektif memberikan kesempatan pada siswa
untuk menguji konsepsi dan memaksa mengubah konsepsi awal mereka yang masih
miskonsepsi menjadi konsepsi ilmiah (Ates, 2005).
Siklus belajar merupakan pendekatan ke arah
pengajaran yang memungkinkan para siswa sibuk dengan pola pikir kontruktivis
yang penting bagi pemikiran produktif (Renner & Marek, dalam Levitt, 2002). Dalam penelitiannya Ozek & Gönen (2005)
menyimpulkan bahwa semakin banyak siswa belajar, semakin sadar mereka menguji
peristiwa dan fakta, dan semakin efektif mereka mempertahankan penemuan mereka.
Siklus belajar memungkinkan para siswa untuk lebih banyak belajar, menemukan
dan mengkontruksi sendiri pengetahuan ilmiah mereka.
Siklus belajar dapat dilakukan secara maksimal
dengan menggunakan pertanyaan dalam suatu pengajaran. Pertanyaan yang
terorganisir dapat membantu guru memandu siswa dalam memahami suatu konsep.
Pemanfaatan pembelajaran dengan pendekatan siklus belajar memerlukan jenis
pertanyaan tertentu untuk memenuhi tujuan pada fase-fase belajar siklus.
Misalnya, pada tahap eksplorasi guru dapat memberikan pertanyaan yang bisa
pemusatkan perhatian siswa pada suatu objek. Pertanyaan yang refleksif dapat
membantu guru dalam menggunakan pertanyaan selama pelajaran berlangsung. Siklus
belajar menyediakan peluang berlanjut untuk mengetahui pemahaman konsep siswa (Levitt, 2002).
Lawson
(1995) menguraikan bahwa siklus belajar berdasarkan teori konstruktivis dan
teori Piaget meliputi tiga fase, yaitu fase eksplorasi (eksploration),
fase pengenalan konsep (concep introduction), dan fase aplikasi konsep (concep
aplication).
1) Fase Eksplorasi
Pada fase eksplorasi guru
memberikan satu atau lebih pengalaman konkret pada siswa untuk diamati dan
mengusahakan siswa untuk menemukan konsep-konsep yang penting. Selama fase ini
para siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam suatu situasi
baru (Dahar, 1989). Tahap eksplorari siswa kerap kali menyelidiki suatu
fenomena dengan bimbingan minimal. Fenomena baru tersebut seharusnya
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan atau sesuatu yang kompleks yang tidak dapat
mereka pecahkan dengan gagasan-gagasan
mereka yang ada atau dengan pola-pola penalaran yang biasa mereka gunakan.
Dengan kata lain, pada fase ini menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk menyuarakan
gagasan-gagasan mereka yang bertentangan dan dapat menimbulkan perdebatan dan
suatu analisis mengenai mengapa mereka mempunyai gagasan-gagasan demikian.
Ramsey (dalam Adnyana, 2006) mengemukakan, gagasan atau konsep yang mereka
kemukakan dapat digunakan dalam kegiatan menemukan hubungan, misalnya bagaimana
pengaruh suatu konsep terhadap konsep yang lain. Kegiatan menemukan dan menghubungkan
antar suatu konsep tentu saja akan berdampak pada meningkatnya pemahaman konsep
ilmiah siswa. Eksplorasi juga
membawa siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang
diselidiki. Marek
& Cavallo (dalam Marek & Patterson, 2002)
juga menjelaskan bahwa pada tahap ini, siswa melaksanakan percobaan untuk
mengumpulkan data tentang suatu konsep spesifik. Guru dalam hal ini, hanya bertindak sebagai
fasilitator yang memandu para siswa ke arah konsep yang benar dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk membuat hipotesis pada pengamatan mereka (Marek
& Patterson, 2002).
Selama pengalaman
pada fase eksplorasi, siswa akan memantapkan hubungan-hubungan, mengamati
pola-pola, mengidentifikasi variable-variabel dan pertanyaan-pertanyaan yang
tidak dapat dipecahkan dengan gagasan atau pola-pola penalaran yang biasa
digunakan oleh siswa. Komponen ini memungkinkan terjadinya miskonsepsi tentang
gagasan yang dikemukakan sebagai hasil eksplorasi mereka. Siswa diberikan
kesempatan menjelajahi gagasan-gagasan lama mereka dan mendeskripsikan fenomena
baru yang mereka alami. Tujuannya adalah untuk memantapkan secara maksimal
suatu konsep yang diperkenalkan.
2) Fase Pengenalan Konsep
Fase kedua, yakni pengenalan
konsep, biasanya dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep atau konsep-konsep
yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki, dan didiskusikan dalam
konteks apa yang telah diamati selama fase eksplorasi. Selama
tahap ini, para siswa melaksanakan diskusi kelas. Pada diskusi ini, konsep ilmu
pengetahuan dikembangkan (Marek & Patterson, 2002). Carin (dalam Adnyana, 2006) menjelaskan pada fase
ini guru lebih berperan secara ”tradisional”
yaitu mengumpulkan informasi tentang konsep siswa dari tahap eksplorasi
dan memberikan terminologi dan informasi tambahan. Siswa pada tahap ini berpartisipasi secara
mental dan sosial.
Kunci dari fase ini adalah
untuk menampilkan konsep-konsep secara sederhana, jelas, dan langsung.
Penjelasan dilakukan dari suatu tindakan atau proses, agar konsep-konsep dibuat
sederhana, dapat dipahami, dan jelas. Konsep-konsep diperkenalkan secara formal
dan langsung. Berbagai metode dapat digunakan pada fase ini, antara lain:
demonstrasi, ceramah, buku teks, film dan lain-lain.
3) Fase Aplikasi Konsep
Pada
fase ketiga, fase aplikasi konsep menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk
menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan. Pada tahap terakhir pada
siklus belajar guru memberikan situasi baru atau masalah, dan siswa dengan
aktif memberikan solusi berdasarkan informasi yang telah mereka miliki pada
tahap-tahap siklus belajar sebelumnya. Marek & Patterson (2002) juga
menjelaskan pada tahap ini menyediakan tinjauan ulang
dan perluasan konsep melalui aplikasi praktis, yang meliputi eksperimen
tambahan, pembacaan, atau darmawisata. Tujuan dari fase ini adalah agar siswa
dapat melakukan generalisasi atau mentransfer gagasan mereka ke dalam contoh
yang lain dan menguatkan kembali gagasan siswa agar sesuai dengan gagasan
ilmiah.
Gambar
1 menunjukkan bahwa siklus belajar terdiri dari tiga fase, yaitu eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Ketika siklus belajar digunakan untuk
mendesain suatu kurikulum atau suatu materi pembelajarn, maka akan berbentuk
spiral. Lawson (1995) mengungkapkan tiga jenis model
siklus belajar, yaitu descriptive learning cycles, empirical-inductive
learning cycles, hypothetical-dedictive learning cycles. Ketiga siklus belajar ini menunjukkan kekontinyuan dari sains
deskriptif hingga sains eksperimen.
Ganbar 2 menunjukkan
perbedaan dari ketiga jenis silkus belajar. Perbedaan yang paling utama di
antara tiga jenis siklus belajar adalah adanya peningkatan katertiban siswa
dalam mendeskripsikan fenomena alam atau membuat dan menguji hipotesis
alternatif untuk menjelaskan fenomena alam.
Siklus belajar deskriptif
dimulai dengan eksplorasi, dengan menceritakan apa yang terjadi pada lingkungan
dan konteks tertentu. Siklus belajar empiris-induktif dimulai dari pertanyaan
dan hipotesis, serta menggunakan data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi
untuk menguji hipotesis tersebut. Pada siklus belajar hipotesis-deduktif,
berangkat dari suatu pertanyaan kemudian mengarah pada penciptaan hipotesis
alternatif, dan menguji secara langsung hipotesis alternatif lewat kegiatan
eksperimen, sampai pada akhirnya hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak.
Dari tiga jenis siklus belajar
dapat disesuaikan dalam berbagai konteks instruksional dari tingkat sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Siklus belajar deskriptif cocok untuk siswa SD,
siklus belajar empiris-induktif cocok diterapkan untuk siswa SMP, dan siklus
belajar hipotesis-deduktif cocok diterapkan untuk siswa SMA dan perguruan
tinggi.
Pada siklus belajar
empiris-induktif para siswa menemukan
dan memerikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi),
tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang
terjadinya pola tersebut (Dahar, 1989). Konsep yang ada, dapat diperkenalkan
oleh para siswa, guru, atau kedua-duanya. Siklus belajar empiris-induktif
memerlukan pola penalaran deskriptif, tetapi secara umum melibatkan beberapa
pola berpikir lebih tinggi.
Mata pelajaran fisika memiliki
karakteristik sangat kompleks. Belajar fisika melibatkan kemampuan dan
keterampilan interpretasi fisis, transformasi besaran dan satuan, logika
matematis, dan kemampuan numerasi yang akurat (Tika, et al., 2006).
Karakteristik pelajaran fisika yang relatif sulit, perlu direfleksi dalam
rangka mengemas suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat memahami
konsep-konsep fisika. Menurut Nachtigall (dalam Tika, et al., 2006)
pengemasan pembelajaran perlu diperhatikan bahwa belajar bukan berarti
menyajikan materi pelajaran, menyimpan fakta-fakta di dalam otak bukan
merupakan belajar, dan mengingat apa yang di simpan di dalam otak tidak
menunjukkan suatu pemahaman. Artinya, tujuan pembelajaran fisika bukan hanya
menyediakan peluang kepada siswa untuk belajar tentang fakta-fakta dan teori
yang mapan, akan tetapi mengembangkan kebiasaan dan sikap ilmiah untuk
menemukan dan memperbaharui praktik dan kemampuan penalaran dalam rangka
mengkonstruksi pemahaman konsep ilmiah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
guru hendaknya menyediakan prosedur pembelajaran yang dapat membantu siswa
untuk memformulasikan kembali informasi baru atau merestrukturisasi pengetahuan
awal siswa melalui penyediaan inferensi informasi baru, mengelaborasi informasi
tersebut secara mendetail, dan membangkitkan hubungan informasi baru dengan
pengetahuan awal siswa.
Melalui siklus belajar siswa mampu mengemukakan konsepsi atau
gagasan yang telah mereka miliki dan menguji serta mendiskusikan gagasan-gagasan
tersebut secara terbuka (Dahar, 1989). Siklus belajar empiris-induktif
memberikan sebuah format untuk perencanaan pembelajaran yang dimulai dengan
pengalaman langsung dan diakhiri dengan penguasaan konsep ilmiah serta
pengayaan konsep. Model pembelajaran ini menggunakan tipe-tipe pengajaran yang
menggambarkan sebuah strategi yang dapat memberi siswa kesinambungan terhadap
suatu konsep (Sudiatmika, 1997). Pendekatan siklus belajar memberikan
pengalaman konkret pada siswa yang diperlukan untuk mengembangkan penguasaan
konsep. Kemudian pada fase eksplorasi siklus belajar empiris-induktif, siswa
berkesempatan untuk menyampaikan gagasan awal dan merestrukturisasi pengetahuan
awal mereka. Pendekatan dengan siklus belajar mungkin lebih memberikan nilai
pada gagasan semula siswa daripada yang biasa dilakukan guru
(konvensional). Oleh karena itu, guru
seharusnya menyadari bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal dan berbagai
macam kemungkinan pandanggan ilmiah siswa yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari.
Secara umum sintaks pembelajaran siklus belajar
empiris induktif ditunjukkan oleh tabel 1.
Tabel 1
Sintak Pembelajaran Siklus
Belajar Empiris Induktif
A. Fase Eksplorasi
|
1. Pemberian
pengalaman konkret pada siswa dengan menyajikan fenomena yang berkaitan
dengan konsep yang akan diajarkan.
2. Siswa membuat
jawaban sementara terhadap terhadap fenomena yang diberikan.
3. siswa mendesain
dan melakukan percobaan untuk menuji hipotesis mereka.
4. Siswa berdiskusi
kelompok tentang hasil percobaan, dan membuat kesimpulan dari diskusi yang
telah dilakukan
|
B. Fase Pengenalan Konsep
|
1. Pengenalan suatu
konsep yang berhubungan dengan fenomena yang diselidiki.
2. Pengenalan
konsep tetap diikuti dengan diskusi kelas.
|
C. Fase Aplikasi Konsep
|
1. siswa menerapkan
konsep yang sudah dipelajari dengan permasalahan yang berbeda
|
REFERENSI:
KLIK "Show" UNTUK MELIHAT REFERENSI
Siklus Belajar Empiris Induktif
Reviewed by Sastra Project
on
August 27, 2016
Rating:
Menangkan Jutaan Rupiah dan Dapatkan Jackpot Hingga Puluhan Juta Dengan Bermain di www(.)SmsQQ(.)com
ReplyDeleteKelebihan dari Agen Judi Online SmsQQ :
-Situs Aman dan Terpercaya.
- Minimal Deposit Hanya Rp.10.000
- Proses Setor Dana & Tarik Dana Akan Diproses Dengan Cepat (Jika Tidak Ada Gangguan).
- Bonus Turnover 0.3%-0.5% (Disetiap Harinya)
- Bonus Refferal 20% (Seumur Hidup)
-Pelayanan Ramah dan Sopan.Customer Service Online 24 Jam.
- 4 Bank Lokal Tersedia : BCA-MANDIRI-BNI-BRI
8 Permainan Dalam 1 ID :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar66
Info Lebih Lanjut Hubungi Kami di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com
ReplyDeleteThank you, your article is very good
viagra asli
cialis asli
viagra jakarta
viagra asli jakarta
toko viagra jakarta
jual viagra jakarta
agen viagra jakarta
toko viagra asli
jual viagra asli
jual viagra
toko viagra
agen viagra
cialis jakarta
cialis asli jakarta
titan gel asli
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
viagra cod jakarta
obat viagra jakarta
obat viagra asli
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
jual cialis
toko cialis
obat cialis
obat cialis asli
obat kuat cialis
obat cialis jakarta
toko cialis jakarta
jual cialis jakarta
agen cialis jakarta
toko titan gel
jual titan gel
vitamale asli
permen soloco asli
maxman asli
vimax asli
viagra
titan gel
hammer of thor
hammer of thor asli
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli jakarta