Sebelum siswa mempelajari suatu konsep, siswa sudah memiliki konsepsi terhadap konsep yang akan dipelajari. Konsepsi tersebut terus berkembang dari pengalaman belajar mereka sehari-hari dalam memahami gejala atau fenomena alam, maupun dari pengalaman belajar mereka pada jenjang pendidikan sebelumnya (Mariawan, 2002). Menurut Duit (1996), konsepsi adalah representasi mental mengenai ciri-ciri dunia luar atau domain-domain teoritik. Konsepsi merupakan perwujudan dari interpretasi seseorang terhadap suatu obyek yang diamatinya yang sering bahkan selalu muncul sebelum pembelajaran, sehingga sering diistilahkan konsepsi prapembelajaran. Konsepsi prapembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu prakonsepsi (preconception) dan miskonsepsi (misconception). Prakonsepsi adalah konsepsi yang berdasarkan pengalaman formal dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan miskonsepsi adalah salah pemahaman yang disebabkan oleh pembelajaran sebelumnya dan kesalahan yang berkaitan dengan prakonsepsi pada umumnya. Prakonsepsi ini bersumber dari pikiran siswa sendiri atas pemahamannya yang masih terbatas pada alam sekitarnya atau sumber-sumber lain yang dianggapnya lebih tahu akan tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Miskonsepsi atau salah konsep merupakan konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuwan pada bidang yang bersangkutan (Suparno, 2005). Novak (dalam Suparno, 2005) menyatakan bahwa prakonsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah disebut dengan miskonsepsi. Brown (dalam Suparno, 2005) memandang miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah.
Fowler (dalam Suparno, 2005) memandang miskonsepsi sebagai suatu pengertian yang tidak akurat terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan konsep-konsep yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif atau pandangan yang naif (Suparno, 2005).
Sumber-sumber Miskonsepsi
Suparno (2005) menjelaskan ada lima faktor yang merupakan penyebab miskonsepsi pada siswa, yaitu : 1) siswa, 2) guru, 3) buku teks, 4) konteks, dan 5) metode mengajar.
1) Siswa
Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam 8 kategori, sebagai berikut.
a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa. Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran di sekolah. Prakonsepsi sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu fenomena berbeda-beda.
b) Pemikiran asosiatif yaitu jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering menimbulkan salah penafsiran.
c) Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak cocok.
d) Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap diperoleh dari informasi yang tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan menarik kesimpulan yang salah dan menimbulkan miskonsepsi.
e) Intuisi yang salah, yaitu suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan.
f) Tahap perkembangan kognitif siswa. Secara umum, siswa yang dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang abstrak. Dalam hal ini, siswa baru belajar pada hal-hal yang konkrit yang dapat dilihat dengan indera.
g) Kemampuan siswa. Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, siswa yang tingkat matematika-logisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami konsep fisika, terlebih konsep yang abstrak.
h) Minat belajar. Siswa yang memiliki minat belajar fisika yang besar akan sedikit mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa yang tidak berminat.
2) Guru
Guru yang tidak menguasai bahan atau tidak memahami konsep fisika dengan benar juga merupakan salah satu penyebab miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses berpikir siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang miskonsepsi guru ditransfer langsung pada siswa.
3) Buku Teks
Buku teks yang dapat mengakibatkan munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang bahasanya sulit dimengerti dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.
4) Konteks
Konteks yang dimaksud di sini adalah pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama. Bahasa sebagai sumber prakonsepsi pertama sangat potensial mempengaruhi miskonsepsi, karena bahasa mengandung banyak penafsiran.
5) Metode Mengajar
Metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru yang hanya menggunakan satu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi. Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga dapat menimbulkan miskonsepsi karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi. Bila dalam diskusi semua siswa mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka semakin diperkuat.
Miskonsepsi merupakan bagian dari pengetahuan yang dimiliki siswa dan bertentangan dengan pelajaran berikutnya, sedemikian sehingga informasi yang baru tidak bisa terintegrasi sewajarnya dan pemahaman siswa kurang serta miskonsepsi terhadap konsep baru tak bisa diabaikan. Pengetahuan siswa yang miskonsepsi mendorong guru untuk menemukan pertanyaan dan permasalahan yang bisa menciptakan ketidakpuasan ke dalam diri siswa terhadap pandangan yang mereka miliki. Dengan demikian akan memunculkan pengenalan gagasan ke arah situasi yang berlawanan. Ini mampu memodifikasi siswa ke arah pandangan yang baru, yang akhirnya menuju ke perubahan konseptual dan pemahaman konseptual (Kolari & Ranne, 2003).
Miskonsepsi terbentuk secara alami dan tidak terelakkan bagian dari proses belajar. Miskonsepsi sering di bawa siswa dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Seperti yang terjadi di sekolah menengah, siswa miskonsepsi terkait konsep gaya berat. Konsep massa, gaya berat, berat/beban, kelembaman massa dan massa gravitasi juga merupakan konsep yang paling miskonsepsi di dalam ilmu fisika oleh para siswa dari sekolah menengah ke universitas (Gonen, 2008). Miskonsepsi bisa berasal dari hasil pengajaran guru yang hanya mengulangi buku catatan dan tidak mengadakan percobaan dengan kuantitas pengamatan (Kwen BOO, 2006).
Penyampaian informasi yang kurang jelas dan kurang lengkap yang diterima oleh siswa dalam proses belajar juga diduga sebagai penyebab terjadinya miskonsepsi. Bahkan pemilihan strategi pengajaran yang kurang tepat, misalnya penggunaan analogi yang kurang tepat, dapat juga mengganggu proses berpikir siswa dan mendapat kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika yang dipelajari.
Menurut Katu (dalam Asma & Masril, 2002), untuk mendeteksi miskonsepsi dapat dilakukan sebagai berikut.
a) Memberi tes diagnostik pada awal perkuliahan atau pada setiap akhir pembahasan. Bentuknya dapat berupa tes obyektif pilihan ganda atau bentuk lain seperti menggambarkan diagram fisis atau vektoris, grafik, atau penjelasan dengan kata-kata.
b) Dengan memberikan tugas-tugas terstruktur misalnya tugas mandiri atau kelompok sebagai tugas akhir pengajaran atau tugas pekerjaan rumah.
c) Dengan memberikan pertanyaan terbuka, pertanyaan terbalik (reverse question) atau pertanyaan yang kaya konteks (context-rich problem).
d) Dengan mengoreksi langkah-langkah yang digunakan siswa atau mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal esai.
e) Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara lisan kepada siswa atau mahasiswa.
f) Dengan mewawancarai misalnya dengan menggunakan kartu pertanyaan
Miskonsepsi atau salah konsep merupakan konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuwan pada bidang yang bersangkutan (Suparno, 2005). Novak (dalam Suparno, 2005) menyatakan bahwa prakonsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah disebut dengan miskonsepsi. Brown (dalam Suparno, 2005) memandang miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah.
Fowler (dalam Suparno, 2005) memandang miskonsepsi sebagai suatu pengertian yang tidak akurat terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan konsep-konsep yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif atau pandangan yang naif (Suparno, 2005).
Sumber-sumber Miskonsepsi
Suparno (2005) menjelaskan ada lima faktor yang merupakan penyebab miskonsepsi pada siswa, yaitu : 1) siswa, 2) guru, 3) buku teks, 4) konteks, dan 5) metode mengajar.
1) Siswa
Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam 8 kategori, sebagai berikut.
a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa. Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran di sekolah. Prakonsepsi sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu fenomena berbeda-beda.
b) Pemikiran asosiatif yaitu jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering menimbulkan salah penafsiran.
c) Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak cocok.
d) Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap diperoleh dari informasi yang tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan menarik kesimpulan yang salah dan menimbulkan miskonsepsi.
e) Intuisi yang salah, yaitu suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan.
f) Tahap perkembangan kognitif siswa. Secara umum, siswa yang dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang abstrak. Dalam hal ini, siswa baru belajar pada hal-hal yang konkrit yang dapat dilihat dengan indera.
g) Kemampuan siswa. Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, siswa yang tingkat matematika-logisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami konsep fisika, terlebih konsep yang abstrak.
h) Minat belajar. Siswa yang memiliki minat belajar fisika yang besar akan sedikit mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa yang tidak berminat.
2) Guru
Guru yang tidak menguasai bahan atau tidak memahami konsep fisika dengan benar juga merupakan salah satu penyebab miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses berpikir siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang miskonsepsi guru ditransfer langsung pada siswa.
3) Buku Teks
Buku teks yang dapat mengakibatkan munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang bahasanya sulit dimengerti dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.
4) Konteks
Konteks yang dimaksud di sini adalah pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama. Bahasa sebagai sumber prakonsepsi pertama sangat potensial mempengaruhi miskonsepsi, karena bahasa mengandung banyak penafsiran.
5) Metode Mengajar
Metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru yang hanya menggunakan satu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi. Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga dapat menimbulkan miskonsepsi karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi. Bila dalam diskusi semua siswa mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka semakin diperkuat.
Miskonsepsi merupakan bagian dari pengetahuan yang dimiliki siswa dan bertentangan dengan pelajaran berikutnya, sedemikian sehingga informasi yang baru tidak bisa terintegrasi sewajarnya dan pemahaman siswa kurang serta miskonsepsi terhadap konsep baru tak bisa diabaikan. Pengetahuan siswa yang miskonsepsi mendorong guru untuk menemukan pertanyaan dan permasalahan yang bisa menciptakan ketidakpuasan ke dalam diri siswa terhadap pandangan yang mereka miliki. Dengan demikian akan memunculkan pengenalan gagasan ke arah situasi yang berlawanan. Ini mampu memodifikasi siswa ke arah pandangan yang baru, yang akhirnya menuju ke perubahan konseptual dan pemahaman konseptual (Kolari & Ranne, 2003).
Miskonsepsi terbentuk secara alami dan tidak terelakkan bagian dari proses belajar. Miskonsepsi sering di bawa siswa dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Seperti yang terjadi di sekolah menengah, siswa miskonsepsi terkait konsep gaya berat. Konsep massa, gaya berat, berat/beban, kelembaman massa dan massa gravitasi juga merupakan konsep yang paling miskonsepsi di dalam ilmu fisika oleh para siswa dari sekolah menengah ke universitas (Gonen, 2008). Miskonsepsi bisa berasal dari hasil pengajaran guru yang hanya mengulangi buku catatan dan tidak mengadakan percobaan dengan kuantitas pengamatan (Kwen BOO, 2006).
Penyampaian informasi yang kurang jelas dan kurang lengkap yang diterima oleh siswa dalam proses belajar juga diduga sebagai penyebab terjadinya miskonsepsi. Bahkan pemilihan strategi pengajaran yang kurang tepat, misalnya penggunaan analogi yang kurang tepat, dapat juga mengganggu proses berpikir siswa dan mendapat kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika yang dipelajari.
Menurut Katu (dalam Asma & Masril, 2002), untuk mendeteksi miskonsepsi dapat dilakukan sebagai berikut.
a) Memberi tes diagnostik pada awal perkuliahan atau pada setiap akhir pembahasan. Bentuknya dapat berupa tes obyektif pilihan ganda atau bentuk lain seperti menggambarkan diagram fisis atau vektoris, grafik, atau penjelasan dengan kata-kata.
b) Dengan memberikan tugas-tugas terstruktur misalnya tugas mandiri atau kelompok sebagai tugas akhir pengajaran atau tugas pekerjaan rumah.
c) Dengan memberikan pertanyaan terbuka, pertanyaan terbalik (reverse question) atau pertanyaan yang kaya konteks (context-rich problem).
d) Dengan mengoreksi langkah-langkah yang digunakan siswa atau mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal esai.
e) Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara lisan kepada siswa atau mahasiswa.
f) Dengan mewawancarai misalnya dengan menggunakan kartu pertanyaan
Klik "Show" Untuk Melihat referensi
Pengertian Prakonsepsi dan Miskonsepsi
Reviewed by Sastra Project
on
March 19, 2013
Rating:
ReplyDeleteThank you, your article is very good
viagra asli
cialis asli
viagra jakarta
viagra asli jakarta
toko viagra jakarta
jual viagra jakarta
agen viagra jakarta
toko viagra asli
jual viagra asli
jual viagra
toko viagra
agen viagra
cialis jakarta
cialis asli jakarta
titan gel asli
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
viagra cod jakarta
obat viagra jakarta
obat viagra asli
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
jual cialis
toko cialis
obat cialis
obat cialis asli
obat kuat cialis
obat cialis jakarta
toko cialis jakarta
jual cialis jakarta
agen cialis jakarta
toko titan gel
jual titan gel
vitamale asli
permen soloco asli
maxman asli
vimax asli
viagra
titan gel
hammer of thor
hammer of thor asli
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli jakarta