Sardjiyo & Pannen (2005) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar
dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian
dari proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis budaya dilandaskan pada
pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental (mendasar dan
penting) bagi pendidikan sebagai ekspresi dan komunikasi suatu gagasan dan perkembangan
pengetahuan.
Pembelajaran berbasis budaya, membuat siswa tidak hanya meniru dan menerima informasi yang disampaikan tetapi siswa menciptakan makna, pemahaman, dan mengembangkan pengetahuan yang diperoleh. Proses pembelajaran berbasis budaya tidak hanya mentransfer budaya serta perwujudan budaya tetapi menggunakan budaya untuk menjadikan siswa mampu menciptakan makna, menembus batas imajinasi, dan kreatif dalam mencapai pemahaman yang mendalam tentang mata pelajaran yang dipelajari.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran berbasis budaya sebagai berikut.
1.
Substansi dan kompetensi bidang studi
Pembelajaran berbasis budaya lebih menekankan
tercapainya pemahaman yang terpadu (integrated understansing) daripada
sekedar pemahaman mendalam (inert understanding). Pemahaman terpadu
membuat siswa mampu bertindak secara mandiri berdasarkan prinsip ilmiah untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dalam konteks komunitas budaya dan
mendorong siswa untuk kreatif terus mencari dan menemukan gagasan berdasarkan
konsep dan prinsip ilmiah.
2.
Kebermaknaan dan proses pembelajaran
Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya
tidak hanya dirancang untuk mengaktifkan siswa tetapi dibuat untuk
memfasilitasi terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadi
penciptaan makna. Proses penciptaan makna melalui proses pembelajaran berbasis
budaya memiliki beberapa komponen yaitu: tugas yang bermakna, interaksi aktif,
penjelasan dan penerapan ilmu secara kontekstual dan pemanfaatan beragam sumber
belajar.
3.
Penilaian hasil belajar
Konsep penilaian hasil belajar dalam
pembelajaran berbasis budaya adalah beragam perwujudan (multiple
representation). Misalnya: merancang suatu proyek dalam kegiatan
pembelajaran akan merangsang imajinasi dan kreativitas siswa (Weiner, 2003).
Salah satu cara yang digunakan untuk membuat proyek yaitu dengan menuangkan
fenomena-fenomena yang mereka temui dalam kehidupan nyata dan kejadian yang
mereka alami yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini membuat
siswa aktif belajar tentang bagaimana melakukan studi budaya. Aspek penting
dari proyek ini adalah mempresentasikan proyek yang sudah dibuat dan siswa yang
lain memberikan tanggapan terhadap proyek/media yang dipresentasikan. Dalam hal
ini, pelaksanaan penilaian dilakukan secara bersama, yakni dari siswa sendiri,
siswa yang lain, dan guru berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan oleh
guru.
4.
Peran budaya
Budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk
mentransformasikan hasil observasi ke dalam bentuk dan prinsip yang kreatif
tentang bidang-bidang ilmu. Budaya dalam berbagai perwujudannya, secara
instrumental dapat berfungsi sebagai media pembelajaran dalam proses belajar.
Sebagai media pembelajaran, budaya dan beragam perwujudannya dapat menjadi
konteks dari contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran
serta menjadi konteks penerapan prinsip dalam suatu mata pelajaran.
Keempat komponen tersebut saling berinteraksi sehingga
memiliki implikasi dalam pembelajaran berbasis budaya antara lain (Wahyudi,
2003):
a)
Pihak guru, yaitu guru
dituntut memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi segala informasi yang
berkaitan tentang budaya setempat pada materi yang akan dibahas. Guru berperan
memandu dan mengarahkan potensi siswa untuk menggali beragam budaya yang sudah
diketahui, serta mengembangkan budaya tersebut.
b)
Pihak siswa, yaitu
pembelajaran berbasis budaya lebih menekankan tercapainya pemahaman yang
terpadu (integrated understanding) dari pada hanya sekedar pemahaman
mendalam (inert understanding). Pemahaman terpadu sebagai hasil
pembelajaran berbasis budaya menciptakan suatu kebermaknaan oleh siswa terhadap
suatu subtansi materi dan konteksnya. Siswa dalam kegiatan pembelajaran selalu
dibawa ke konteks nyata yang mengandung unsur-unsur budaya, sehingga dalam
proses konstruksi konsep, siswa mampu melakukan kegiatan tersebut dengan lebih
bermakna. Pengetahuan dan pengalaman tentang proses penemuan serta proses
penyelesaian masalah dalam bidang ilmu, mengasah kemampuan siswa dalam
merumuskan permasalahan dan hipotesis, merancang percobaan dan penelitian,
serta menghasilkan pemecahan yang terpercaya. Selain itu, siswa memiliki
keterampilan untuk menerapkan pengetahuan bidang ilmu (fisika) dan berbagai
pengetahuan lainnya untuk memecahkan masalah dalam konteks yang lebih luas
lagi, yaitu komunitas budaya, nasional, regional.
c)
Sumber belajar utama yang
dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis budaya dapat berbentuk teks
tertulis seperti buku pembelajarn sains, bukti-bukti budaya, nara sumber
budaya, atau berupa lingkungan sekitar seperti lingkungan alam dan lingkungan
sosial sehari-hari.
Goldberg (2000) membedakan pembelajaran
berbasis budaya menjadi tiga macam
yaitu:
1.
Belajar tentang budaya (menempatkan budaya
sebagai bidang ilmu).
Budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran
khusus dan tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain. Namun, banyak
sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai sehingga mata pelajaran
tersebut menjadi mata pelajaran hafalan dari buku atau cerita guru yang belum
pasti kebenarannya.
2.
Belajar dengan budaya.
Belajar dengan budaya terjadi pada saat budaya
diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari suatu
mata pelajaran tertentu. Belajar dengan budaya menjadikan budaya dan
perwujudannya sebagai media pembelajaran dalam proses belajar, konteks dari
contoh tentang konsep atau prinsip dalam mata pelajaran, serta konteks
penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.
3.
Belajar melalui budaya.
Belajar melalui budaya merupakan metode yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau
makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan
budaya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses
belajar mengajar dengan model pembelajaran berbasis budaya lokal sebagai
berikut.
(a)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengekspresikan pikiran-pikirannya, untuk mengakomodasikan konsep-konsep atau
keyakinan yang dimiliki siswa yang berakar pada sains tradisional.
(b)
Menyajikan kepada siswa contoh-contoh
keganjilan atau keajaiban yang sebenarnya hal biasa menurut konsep-konsep baku
sains.
(c)
Mendorong siswa untuk aktif bertanya.
(d)
Mendorong siswa untuk membuat serangkaian
skema-skema tentang konsep yang dikembangkan selama proses KBM.
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru
untuk mengembangkan model pembelajaran
berbasis budaya lokal adalah sebagai berikut.
(1)
Guru perlu mengidentifikasi pengetahuan awal
siswa tentang sains asli.
Identifikasi pengetahuan awal siswa tentang
sains asli bertujuan untuk menggali pikiran-pikiran siswa dalam rangka
mengakomodasikan konsep-konsep, prinsip-prinsip atau keyakinan yang dimiliki
siswa yang berakar pada budaya masyarakat di mana mereka berada. Ausubel menyatakan bahwa satu hal penting dilakukan
guru sebelum pembelajaran dilakukan adalah mengetahui apa yang telah diketahui
siswa.
(2)
Pembelajaran dalam kelompok.
Masyarakat tradisional cenderung melakukan
kegiatan secara berkelompok yang terbentuk secara sukarela dan informal.
Pembelajaran dalam bentuk kelompok merupakan pengembalian ke ciri pembelajaran
mereka yang bersifat indigenous (asli).
(3)
Guru berperan sebagai penegosiasi yang cerdas
dan arif.
Peran guru sebagai negosiator budaya, yaitu:
1) memberikan kesempatan pada siswa untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya,
untuk mengakomodasikan konsep-konsep dan keyakinan yang dimiliki siswa yang
berakar pada sains asli (budaya), 2) menyajikan pada siswa contoh-contoh
keganjilan yang sebenarnya biasa menurut sains Barat, 3) berperan untuk
mengidentifikasi batas budaya, 4) mendorong siswa aktif bertanya, 5) memotivasi
siswa agar menyadari akan pengaruh positif dan negatif sains Barat bagi
teknologi.
Langkah-langkah pembelajaran sains berbasis budaya
lokal di kelas terlihat pada bagan berikut.
Gambar 2.2 Langkah-Langkah
Implementasi Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah.
(Dimodifikasi
dari: Snively, 2002)
Langkah
1. Identifikasi Pengetahuan Pribadi Siswa
1)
Identifikasi ide-ide pribadi (sains asli),
kepercayaan-kepercayaan, dan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa yang
terkait dengan topik yang dipelajari.
Misalnya, bagaimana ide dan keyakinan siswa terhadap kentongan /kulkul
di banjar atau kulkul di pura yang ada di desanya.
2)
Diskusikan keyakinan/kepercayaan yang dimiliki
siswa yang terkait dengan topik yang sedang dipelajari.
Langkah 2. Lakukan
Penyelidikan dari Berbagai Perspektif
1)
Lakukan penyelidikan dari
perspektif sains modern Barat.
2)
Lakukan penyelidikan dari “indigenous sains”
(budaya lokal).
3)
Organisasi proses informasi yang diperoleh
dari kedua perspektif tersebut.
4)
Identifikasi persamaan atau perbedaan dari
kedua pespektif.
5)
Pastikan bahwa penjelasan
yang otentik dari berbagai perspektif disajikan.
Langkah
3. Lakukan Refleksi
1)
Pertimbangkan konsekuensi-konsekuensi setiap
perspektif
2)
Pertimbangkan isu-isu dari sintesis perspektif
3)
Pertimbangkan konsekuensi-konsekuensi sintesis
4)
Pertimbangkan konsep atau
isu-isu dilihat dari nilai etika dan kearifan tradisional (local genous)
5)
Jika memungkinkan,
pertimbangkan konsep atau isu dari konsep sejarah
6)
Pertimbangkan kemungkinan membiarkan
keberadaan perbedaan pandangan
7)
Pastikan bahwa siswa
membandingkan perspektif yang mereka miliki sebelumnya dengan perspektif yang ada sekarang ini (
pandangan modern Barat)
8)
Bangunlah konsensus/kesepakatan
dengan siswa
Langkah
4. Penilaian Proses dan Produk
1)
Penilaian proses pengambilan keputusan
2)
Penilaian pengaruh perorangan atau kelompok
3)
Penilaian kemungkinan-kemingkinan dalam bentuk
pertimbangan dan inkuiri/penyelidikan untuk masa depan
4)
Penilaian perasaan setiap
orang dalam proses tersebut (self evaluation)
5)
Penilaian pemahaman dan
aplikasi konsep siswa
Pada saat tertentu lakukan presentasi dengan penjelasan
lebih dari satu teori tentang fenomena melalui diskusi kelas. Belajar sains
merupakan proses inkulturasi di mana sains asli (budaya lokal) yang memiliki
nilai-nilai luhur dan telah hidup dan berkembang di masyarakat tidak akan
tercabut dari akar budayanya.
Proses pembelajaran berbasis budaya bertujuan untuk
penciptaan pemahaman terpadu bersifat sangat dinamis. Proses tersebut
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan keingintahuannya,
terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif untuk mencari
jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan kesimpulan. Dengan demikian,
proses pembelajaran berbasis budaya sama sekali tidak mungkin bersifat statis
di mana siswa pasif mendengarkan, menerima, mencatat, dan guru mendominasi
dalam ceramahnya. Pada pembelajaran berbasis budaya, proses pembelajaran
menjadi lebih bermakna. Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya tidak
dirancang hanya sekedar untuk mengaktifkan siswa tetapi dibuat untuk
memfasilitasi terjadinya interaksi sehingga timbul kebermaknaan dalam proses
pembelajaran.
Referensi:
Sardjiyo & Pannen, P. 2005. Pembelajaran
berbasis budaya: model inovasi pembelajaran dan implementasi kurikulum berbasis
kompetensi. Jurnal pendidikan. 6(2). 83-97.
Snively, G. 2002. Pre- service teacher
explore traditional ecological knowledge in a science methods class.
Diakses dari: http://www.ed.psu.edu/
CI/journals/96pap47.htm.
Goldberg, M. 2000. Art and learning: An
integrated approach to teaching and learning in multicultural and multilingual
setting. New york: Addison Wesley Longman
Wahyudi. 2003. Tinjauan aspek budaya pada
pembelajaran IPA: pentingnya kurikulum IPA berbasis kebudayaan lokal. Jurnal
pendidikan dan kebudayaan. No.040. 42-59.
Weiner, E. J. 2003. Beyond “doing” cultural
studies: Toward a cultural studies of critical pedagody. The review of education,
pedagogy, and culture studies Vol. 25. 55-73.
Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal
Reviewed by Sastra Project
on
July 09, 2016
Rating:
No comments:
Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini