Apakah itu Kinerja Ilmiah?

Unjuk kerja atau kinerja dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah “performance” yaitu apa yang dilakukan seseorang dalam pekerjaannya (Medley dalam Mulyadiharja, 2008). Menurut Me Beath (dalam Mulyadiharja, 2008) kata kinerja mengacu pada kata kerja “tindakan” (action verbs) yang dapat diamati dan diobservasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Geis (dalam Mulyadiharja, 2008) yang menyatakan bahwa kinerja seseorang adalah suatu praktik pengalaman yang dapat diperbaiki dan dikontrol. Jadi kinerja ilmiah adalah kemampuan yang mampu ditunjukkan oleh siswa dan teramati oleh guru dengan menggunakan lembar penilaian kinerja ilmiah selama proses pembelajaran berlangsung.
Artuti (2007) menyatakan bahwa kinerja ilmiah adalah kemampuan kerja ilmiah yang ditunjukkan oleh skor yang diperoleh siswa sebelum dan selama mengerjakan penyelidikan ilmiah, yang menyangkut kegiatan merencanakan penelitian, melakukan penelitian ilmiah, dan mengkomunikasikan hasil penelitian.

1) Merencanakan penelitian mencakup kegiatan identifikasi masalah, merumuskan masalah, menetapkan tujuan penelitian, menetapkan variabel penelitian yang merupakan suatu besaran yang dapat bervariasi atau berubah pada situasi tertentu, merumuskan hipotesa, menetapkan metode penelitian, menetapkan alat dan bahan, menetapkan prosedur pelaksanaan penelitian, serta menetapkan cara mengolah dan menganalisis data.

2) Melaksanakan penelitian mencakup kegiatan menyiapkan alat dan bahan, melaksanakan prosedur kerja atau langkah kerja yang direncanakan secara sistematis, melakukan pengumpulan data hasil pengamatan yang dicatat secara sistematis dan dikelompokkan sesuai keperluannya, pengolahan dan analisis data hasil pengamatan, melakukan pembahasan hasil analisis dengan teori atau hasil penelitian yang relevan, serta menyusun simpulan dan saran. Dalam pelaksanaan penelitian juga memperhatikan waktu dan tempat penelitian. Waktu dan tempat penelitian ini merupakan faktor yang mempengaruhi hasil penelitian, terutama untuk penelitian yang dilakukan di alam terbuka, misalnya faktor iklim, kimia, fisik, dan ketinggian tempat.

3) Mengkomunikasikan hasil penelitian yang dapat dilakukan secara tertulis dengan menyusun laporan atau secara lisan dengan mempresentasikannya. Untuk menyusun laporan perlu adanya format laporan yang sudah berlaku umum atau sesuai kebutuhan yang sudah disepakati.

Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah kinerja ilmiah siswa. Kinerja ilmiah sebagai wujud dari penguasaan kompetensi yang dijabarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas meliputi beberapa kemampuan sebagai berikut (Dantes et al., 2005).

1) Penelitian/penyelidikan, siswa menggali pengetahuan yang berkaiatan dengan alam dan produk teknologi melalui refleksi dan analisis untuk merencanakan, mengunpulkan, mengolah dan menafsirkan data, mengkomunikasikan simpulan serta menilai rencana, prosedur dan hasilnya.

2) Berkomunikasi ilmiah, siswa mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajiannya kepada berbagai kelompok sasaran untuk berbagai tujuan.

3) Pemecahan masalah, siswa memecahkan masalah masa kini dan masa mendatang sambil membuat keputusan berdasarkan pertimbangan etika dan keselamatan kerja dari proses dan hasil kerja sains dengan menggunakan metode ilmiah.

4) Sikap ilmiah, siswa mengembangkan sifat ingin tahu, tidak percaya tahayul, jujur, menyajikan data faktual, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, kreatif dalam menghasilkan karya ilmiah, peduli lingkungan, tekun dan teliti.

5) Sains, teknologi, dan masyarakat, siswa mendemonstrasikan pemahamnnya tentang keterkaitan dan penerapan sains, teknologi, dan masyarakat

Kemampuan kinerja ilmiah yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penelitian atau penyelidikan yaitu kemampuan mengaitkan pengetahuan dengan alam dan produk teknologi melalui refleksi dan analisis untuk melakukan kegiatan merencanakan. Siswa mengembangkan sifat ingin tahu, jujur, kreatif, tekun, dan teliti mengumpulkan, mengolah data, mengkomunikasikan, serta menentukan simpulan dari kegiatan penyelidikan ilmiah. Dengan kegiatan pembelajaran yang menekankan pada tercapainya kinerja ilmiah, siswa mampu mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajiannya untuk berbagai tujuan memecahkan masalah masa kini dan masa mendatang dengan membuat keputusan berdasarkan pertimbangan etika dengan menggunakan metode ilmiah. Sebagai tindak lanjut dari kinerja ilmiah ini, siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman tentang keterkaitan dan penerapan dari sains khususnya fisika itu sendiri (Artuti, 2007).

Beberapa aspek kinerja ilmiah yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. (1) Aspek merencanakan penelitian yang mencakup kemampuan siswa dalam merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menetapkan alat dan bahan, serta menetapkan langkah kerja. (2) Aspek melaksanakan penelitian yang mencakup kemampuan siswa dalam menggunakan alat dan bahan, melakukan pengamatan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. (3) Aspek mengkomunikasikan hasil penelitian yang mencakup kemampuan siswa dalam presentasi dan diskusi hasil penelitian.

Kinerja ilmiah mencakup seluruh sikap ilmiah siswa, yang mencakup sikap objektif dan jujur terhadap fakta, sikap terbuka dengan bersedia menerima pendapat orang lain dan mau mengubah pendapatnya jika terbukti bahwa pendapatnya itu tidak benar, tekun dan tidak cepat putus asa, kritis dan tidak cepat percaya tanpa pengecekan lebih lanjut, teliti, akurat, dan tepat dalam mengambil keputusan, rasa ingin tahu yang yang tinggi dan berinisiatif, serta kreatif mengembangkan hal-hal yang baru, integritas pribadi, dan mampu bekerjasama dengan orang lain (Suja & Suardana, 2007).

Haris & Jihad (2008) menyatakan bahwa penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian unjuk kerja adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Penilaian unjuk kerja mengacu pada situasi dan tugas yang kompleks, di mana siswa diberikan peluang untuk menunjukkan pemahaman mereka dan dengan penuh pertimbangan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan berpikir dalam berbagai situasi. Penilaian ini dapat diterapkan secara kontinu sehingga unjuk kerja serta produknya dapat diukur (Marzano, et al., 1994). Jadi boleh dikatakan bahwa penilaian unjuk kerja merupakan suatu penilaian yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan (Dantes et al., 2005).

Untuk mengevaluasi apakah penilaian unjuk kerja sudah dapat dianggap berkualitas baik, maka paling tidak harus diperhatikan tujuh kriteria yang dibuat oleh Popham (dalam Pusat Penilaian Pendidikan, 2003). Kriteria-kriteria tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Generability, artinya adalah apakah unjuk kerja peserta tes dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain.

2) Authenticity, artinya apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari.

3) Multiple foci, artinya apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu kemampuan-kemampuan yang diinginkan (more than one instructional outcomes).

4) Teachability, artinya tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha mengajar guru di kelas. Jadi tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian unjuk kerja adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang dapat diajarkan guru di dalam kelas.

5) Fairness, artinya apakah tugas yang diberikan sudah adil (fair) untuk semua peserta tes. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan tidak “bias” untuk semua kelompok jenis kelamin, suku bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.

6) Feasibility, artinya apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian unjuk kerja memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruang (tempat), waktu, atau peralatannya.

7) Scorability, artinya apakah tugas yang diberikan nanti dapat diskor dengan akurat dan reliabel.

Kinerja ilmiah merupakan bagian dari pendidikan sains di sekolah. Carin (1993) menyatakan terdapat tiga komponen penting sains dalam pendidikan sains di sekolah. Tiga komponen ini adalah produk sains (products of science), proses sains (scientific processes), dan sikap sains (scientific attitudes). Diantara tiga komponen tersebut, kinerja ilmiah lebih banyak ditemukan pada komponen proses dan sikap sains. Sains sebagai proses mencakup keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk mencapai produk sains. Keterampilan-keterampilan inilah yang disebut dengan keterampilan proses sains. Sehingga keterampilan proses sains merupakan wujud sains sebagai proses. Sedangkan sikap-sikap yang dimilki para ilmuwan ini disebut sikap ilmiah. Oleh karena itu keterampilan proses sains dan sikap ilmiah sangat berperan dalam pencapaian kinerja ilmiah siswa.

Keterampilan proses sains adalah proses belajar mengajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa sendiri (Nur, 1998). Keterampilan proses sains merupakan komponen kritis dan mendasar dalam mempelajari sains (Ango, 2002). Selain itu, Mulyasa (2005) menyatakan bahwa keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas, dan kreativitas peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian tersebut, termasuk diantaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial peserta didik dalam proses pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan. Beberapa keterampilan proses sains yang perlu dimilki oleh siswa adalah sebagai berikut (Dahar, 1986; Mulyasa, 2005).

1) Mengamati

Untuk dapat mencapai keterampilan mengamati, siswa harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yaitu melihat, mendengar, merasakan, mencium, dan mencicipi. Dengan demikian ia dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai. Selanjutnya siswa harus mencari persamaan dan perbedaan.

2) Menafsirkan pengamatan

Untuk dapat menafsirkan pengamatan, siswa harus mencatat setiap pengamatan secara terpisah. Kemudian siswa menghubung-hubungkan pengamatan-pengamatan yang terpisah itu. Sehingga dari kegiatan tersebut, siswa dapat menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan, dan akhirnya mengambil keputusan.

3) Meramalkan

Bila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya, maka siswa mempunyai keterampilan proses meramalkan.

4) Menggunakan alat dan bahan

Untuk dapat memiliki keterampilan menggunakan alat dan bahan, dengan sendirinya siswa harus menggunakan betul alat serta bahan itu agar dapat memperoleh pengalaman langsung. Selain itu siswa harus pula mengetahui mengapa atau bagaimana menggunakan alat dan bahan itu.

5) Menerapkan konsep

Keterampilan proses menerapkan konsep, dapat dicapai oleh siswa bila ia dapat menggunakan konsep yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang terjadi.

6) Merencanakan penelitian

Untuk dapat memiliki keterampilan proses merencanakan penelitian, siswa harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian, menentukan variabel dalam penelitian, menentukan apa yang diamati, diukur, dan ditulis, serta menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selanjutnya siswa dapat pula menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan tersebut.

7) Berkomunikasi

Untuk dapat memiliki keterampilan proses berkomunikasi, siswa harus dapat menyusun dan menyampaikan laporan tentang kegiatan yang telah dilakukan secara sistematis dan jelas. Siswa dapat pula menjelaskan hasil penelitian atau percobaannya, dan mendiskusikannya. Siswa dapat menggambarkan data yang diperoleh dengan grafik, tabel, atau diagram.

8) Mengajukan pertanyaan

Untuk dapat memiliki keterampilan proses mengajukan pertanyaan, siswa harus dapat mengajukan pertanyaan apa, bagaimana, mengapa, pertanyaan untuk meminta penjelasan, atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.

Keterampilan proses sains ialah keterampilan intelektual. Jadi, dengan mengembangkan keterampilan proses sains, siswa diminta untuk menggunakan pikiran mereka (Dahar, 1989). Gagne (dalam Dahar, 1986) berpendapat bahwa dengan mengembangkan keterampilan proses sains, maka anak dibuat kreatif, ia akan mampu mempelajari sains di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Harlen mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan proses sains merupakan hasil kognitif pendidikan pada umumnya, pengembangannya menolong siswa belajar, dan kegiatan ilmiah yang sebenarnya baik di sekolah maupun di kemudian hari, tergantung pada keterampilan-keterampilan proses sains itu.

Implikasinya dalam pembelajaran hendaknya para guru dapat menumbuhkan keterampilan proses dalam diri siswa sesuai dengan taraf perkembangan intelektual dan umur anak. Memberikan kemudahan kepada peserta didik dengan menciptakan lingkungan yang kondusif agar semua peserta didik dapat berkembang secara optimal merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh seorang guru (Mulyasa, 2005). Dengan demikian keterampilan-keterampilan proses ini menjadi motor penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan dan pengembangan sikap ilmiah dan nilai.
Apakah itu Kinerja Ilmiah? Apakah itu Kinerja Ilmiah? Reviewed by Sastra Project on January 03, 2013 Rating: 5

2 comments:

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini

Powered by Blogger.