Hakikat Sains Dalam Dunia Pendidikan

        Lederman, et al. (dalam Wenning, 2006) mendefinisikan hakikat sains sebagai pemahaman terhadap karakteristik pengetahuan ilmiah yang berurusan dengan sifat empirisnya, sifat kreatif dan imajinatifnya, karakteristik teorinya, hakikat sosial budayanya, dan sifat tentatifnya. Lederman & Schwartz menyebutkan bahwa secara khusus hakikat sains mengacu pada epistemologi dan sosiologi sains, yaitu sains sebagai cara untuk mengetahui, atau suatu nilai-nilai dan kepercayan yang melekat pada sains dan pengembangannya (Wenning & Rebecca, 2006). Piaget (dalam Sanjaya, 2008) menyatakan hakikat sains sebagai berikut. (1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. (2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. (3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Kuslan & Stones (dalam Sarkim, 1998) menyatakan bahwa hakikat sains mencakup dua aspek, yaitu body of knowledge yang sering disebut sebagai aspek produk dan method yang dikenal dengan aspek proses. Jadi, hakikat sains merupakan jembatan bagi para siswa untuk mengungkap dan memahami realitas alam. Untuk membantu siswa mengerti tentang hakikat sains, seorang guru sains yang baik akan selalu menekankan hakikat sains dalam setiap pengajarannya. Meskipun demikian pengajaran tentang hakikat sains akan terbatas dengan waktu, namun sebaiknya tetap dilakukan secara eksplisit dalam materi ajar bersangkutan. Hal ini disebabkan karena siswa tidak akan memiliki pemahaman yang baik tentang hakikat sains jika mereka tidak memiliki pengalaman langsung (first-hand experiences) melalui metode ilmiah yang empiris (Wenning, 2006).
Menekankan hakikat sains dalam pembelajaran, merupakan upaya untuk memberdayakan siswa melalui pendidikan sains. Hal ini merupakan harapan dalam kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Carin (1993) menyatakan terdapat tiga komponen penting sains dalam pendidikan sains di sekolah. Tiga komponen ini adalah produk sains (products of science), proses sains (scientific processes), dan sikap sains (scientific attitudes). Pengetahuan sains yang sering disebut produk sains merupakan akumulasi antara hasil aktivitas empiris dan analisis para ilmuwan. Untuk menambah produk sains ini pendidikan sains di sekolah juga memfokuskan diri pada pengembangan proses sains dan sikap sains (sikap ilmiah). Produk-produk sains dihasilkan melalui penyelidikan ilmiah yang melibatkan sikap ilmiah dan proses sains. Produk sains yang dibangun dari sikap dan proses ilmiah ini kemudian akan melahirkan kembali produk sains yang baru melalui proses sains dan investigasi terhadap fenomena-fenomena baru di alam.
Termasuk dalam aspek produk diantaranya adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip, dan teori (Sarkim, 1998). Fakta merupakan produk dari aktivitas empiris sains, sedangkan konsep, prinsip, dan teori adalah produk dari aktivitas analisis (Carin, 1993). Pengetahuan, prinsip, hukum maupun teori-teori merupakan hasil rekaan atau buatan manusia dalam memahami dan menjelaskan alam dengan berbagai fenomena yang terjadi di dalamya (Sarkim, 1998). Dengan demikian, sains sebagai suatu produk keilmuwan mencakup konsep, hukum dan teori yang dikembangkan sebagai pemenuhan rasa ingin tahu manusia. Dalam pembelajaran sains, aspek produk tampil dalam bentuk bahan pengajaran yang berisi pokok-pokok bahasan.
Ilmuwan menggunakan beraneka ragam prosedur empiris dan analitik dalam usahanya mengungkap realitas semesta. Prosedur inilah yang lebih dikenal sebagai proses sains. Aspek proses, yaitu suatu cara atau metode memperoleh pengetahuan. Metode ini disebut dengan metode keilmuwan. Metode keilmuwan yang baku saat ini merupakan hasil perkembangan sebelumnya. Menurut Sarkim (1998) metode keilmuwan merupakan perpaduan antara rasionalisme yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melaui pikiran dan empirisme yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman. Metode keilmuwan memiliki enam kerangka dasar prosedur yaitu sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah, pengamatan dan pengumpulan data yang relevan, penyusunan atau klasifikasi data, perumusan hipotesis, deduksi dan hipotesis, serta tes dan pengujian kebenaran hipotesis.
Keterampilan proses sains merupakan wujud sains sebagai proses. Dalam pembelajaran sains, sangatlah penting untuk membantu siswa belajar keterampilan proses sains atau inquiry skills untuk memecahkan masalah. Keterampilan proses sains merupakan wujud sains sebagai proses. Keterampilan proses intelektual yang diharapkan dalam pembelajaran yang berorientasi pada hakikat sains adalah 1) membangun prinsip melalui induksi, 2) menjelaskan dan meramalkan, 3) pengamatan dan mencatat data, 4) identifikasi dan mengendalikan variabel, 5) membuat grafik untuk menemukan hubungan; 6) perancangan dan melaksanakan penyelidikan ilmiah, 7) menggunakan teknologi dan matematika selama penyelidikan, 8) menggambarkan simpulan dari bukti-bukti. Ilmuwan mempelajari fenomena dan kejadian melalui proses sains, misalnya observasi, ekperimen, serta aktivitas empiris dan analitis lainnya (Kusuma, 2008).
Selain kedua aspek sains tersebut, Carin & Sund (dalam Sarkim, 1998) menyatakan bahwa aspek ketiga sains adalah sikap keilmuwan. Aspek sikap yang dimaksud adalah berbagai keyakinan, opini, dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru, diantaranya tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Sedangkan Harlen (1992) menyatakan beberapa sikap ilmiah yang penting dalam memahami sains, adalah sebagai berikut.

1) Skeptis dan curiga, yaitu selalu melakukan penyelidikan untuk menemukan berbagai hal baru dan menuntut bukti yang tepat untuk dapat dinyatakan serta menghindari hasil akhir yang tidak beralasan.

2) Objektif dan tidak dogmatis yaitu mereka menunjukkan keintelektualan, keintegritasan, menghindari kesalahan yang bersumber dari diri sendiri, serta bersikap terbuka untuk perbaikan dihadapan bukti yang tak dapat dipertentangkan.

3) Logis dan kreatif yaitu mereka mencoba untuk menyediakan penjelasan yang masuk akal atas dasar fakta yang telah diterima.

4) Jujur dan terpercaya yaitu mereka menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu cakupan sosial, dan mentaati prinsip yang etis tentang masyarakat ilmu pengetahuan.

Pendidikan sains yang relevan dengan hakikat sains membutuhkan suasana yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses belajarnya. Sehingga dengan memiliki sikap ilmiah dan setelah melalui serangkaian proses pembelajaran, siswa dapat sampai pada suatu kesimpulan yang ia bentuk sendiri.
Hakikat Sains Dalam Dunia Pendidikan Hakikat Sains Dalam Dunia Pendidikan Reviewed by Sastra Project on January 03, 2013 Rating: 5

3 comments:

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini

Powered by Blogger.