Model Pembelajaran Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2012).

Ramadhani (2012) menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu siswa sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Salah satu model pembelajaran inovatif yang mampu memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar 5E (learning cycle 5E). Siklus belajar sebagai strategi pembelajaran pertama kali diperkenalkan pada akhir Tahun 1960-an ketika Robert Karplus dan rekan-rekannya mengimplemen-tasikannya dalam kurikulum sains (Qarareh, 2012). Model ini didesain khusus untuk Science Curriculum Improvement Study (SCIS) dan memberikan hasil yang baik dalam pengajaran sains/IPA. Pada awalnya model ini terdiri atas tiga fase pembelajaran, yaitu eksploration, invention, dan discovery. Pada Tahun 1980-an, Lawson kemudian memodifikasi istilah-istilah tersebut menjadi exploration, concept introduction, dan concept application. Pada Tahun 1993, the Biological Science Curriculum Study (BSCS) yang dipimpin oleh Rodger Bybee mengembangkan learning cycle  yang disebutnya sebagai metode kontruktivisme menjadi model pembelajaran siklus belajar 5E (learning cycle 5E) (Bybee et al., 2006; Liu et al., 2009; Ramadhani, 2012; Tuna & Kacar, 2013).   
Siklus belajar 5E (learning cycle 5E) adalah salah satu model konstruktivis lengkap dalamthe cases of research-based learning or brain-storming which are used in the classroom (Campbell, 2000). kasus pembelajaran berbasis riset atau brainstorming yang digunakan di dalam kelas (Campbell dalam Tuna & Kacar, 2013). Learning cycle 5E berpusat pada siswa (student centered) dengan kegiatan yang memberikan dasar untuk observasi, pengumpulan data, analisis tentang kegiatan, peristiwa, dan fenomena (Haribhai & Dhirenkumar, 2012). Students have to think creatively and complex for overcoming problems and difficulties and as a result, theyLearning cycle 5E merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif (Fajaroh & Dasna, 2008; Wibowo et al., 2010). Model pembelajaran siklus belajar 5E (learning cycle 5E) memotivasi siswa untuk masuk dalam topik melalui beberapa tahap pembelajaran dengan tujuan untuk mengeksplorasi subjek, memberikan definisi pada pengalaman mereka, mendapatkan informasi lebih rinci tentang pembelajaran mereka, dan untukevaluate it (Wilder and Shuttleworth, 2005). mengevaluasinya (Wilder & Shuttleworth dalam Hagerman, 2012; Tuna & Kacar, 2013). 5E learning cycle is one of the complete constructivist models in
Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan bahwa model pembelajaran learning cycle 5E patut dikedepankan karena model belajar ini sesuai dengan teori belajar Piaget yang berbasis kontruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yaitu struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi.
Siklus belajar 5E (learning cycle 5E) adalah model pembelajaran konstruktivis yang menggabungkan antara hands-on, minds-on, dan penyelidikan ilmiah berbasis pedagogi (Balci et al., 2006; Hagerman, 2012; Liu et al., 2009). Berbeda dengan metode pengajaran tradisional yang mendominasikan instruksi langsung dalam menyampaikan informasi, siklus belajar 5E dengan pendekatan hands-on di mana siswa dapat mengeksplorasi konsep baru, mengevaluasi kembali pengalaman masa lalu mereka, dan mengasimilasi atau mengakomodasi pengalaman baru dan konsep ke dalam skema yang sudah ada (Hagerman, 2012).
Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Apabila proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada lingkungannya, maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan ini maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul (Dahar, 1996). Berdasarkan proses asimilasi ke akomodasi diharapkan dapat mengembangkan struktur mental, sehingga dapat diorganisasikan dengan konsep lain yang telah dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah.
Sudojo (dalam Fajaroh & Dasna, 2007) menyatakan bahwa implementasi learning cycle 5E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivisme, yakni sebagai berikut:
1)        Siswa belajar secara aktif, siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.
2)        Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.
3)        Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.
Model pembelajaran learning cycle 5E yang berorientasi pada pembelajaran kontruktivisme (constructivist approach) ini sangat memperhatikan pengalaman dan pengetahuan awal siswa serta bertujuan meningkatkan pemahaman konsep siswa. Oleh karena itu, pada setiap fase-fase pembelajaran guru dituntut untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang beranjak dari isu-isu sains yang relevan dengan lingkungan siswa, memicu proses disequilibrium-equilibrium (ketidakseim-bangan-seimbang) pada diri siswa serta memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan orang lain agar siswa dapat membangun pengetahuannya secara utuh (Mabsuthoh, 2010).
Sesuai dengan namanya, model ini memiliki lima fase/tahap yang setiap fasenya dimulai dengan huruf E sebagai berikut (Bybee et al., 2006; Temel et al., 2013; Tuna & kacar, 2013; Utari et al., 2013):
1)        Engagement (engage/keterlibatan) merupakan fase saat guru mencoba memusatkan perhatian siswa dan mengikutsertakan siswa ke dalam sebuah konsep baru dengan cara memberikan pertanyaan motivasi, memberikan gambaran tentang materi yang akan dipelajari, demonstrasi, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Pada fase ini guru menggali pengetahuan awal siswa untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep yang akan dipelajari. Hal terpenting dalam fase ini adalah guru menghindari mendefinisikan dan membuat penjelasan tentang konsep yang akan dibahas.
2)        Exploration (eksplore/penjelajahan) merupakan fase kedua yang sering diwujudkan dalam kegiatan laboratorium (praktikum) dan diskusi yang dilakukan secara berkelompok. Fase ini memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa. Siswa diajak terlibat secara langsung pada fenomena atau situasi yang mereka selidiki. Siswa saat berada di dalam fase ini merancang dan melakukan eksperimen atau praktikum, melakukan pengujian hipotesis, serta melakukan pengumpulan data/informasi untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Siswa dilibatkan secara fisik dan mental. Sebagai hasil keterlibatan mental dan fisik mereka dalam kegiatan tersebut, para siswa akan mampu membentuk hubungan, mengamati pola, mengidentifikasi variabel, dan bertanya. Guru berperan sebagai fasilitator atau pemandu yang mengarahkan siswa agar mampu mengeksplorasi dan menemukan jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Guru hanya harus membimbingstudents, not participate entirely to the students' work. siswa, tidak berpartisipasi sepenuhnya kepada karya siswa. While guiding, if a teacher sees students' mistake,Hal terpenting ketika guru membimbing adalah jika melihat kesalahan siswa he/she should not directly correct it, but should give some hints or show some ways to students for correctingmaka tidak boleh langsung memperbaikinya, tetapi harus memberikan beberapa petunjuk atau menunjukkan beberapa cara agar siswa mengoreksithemselves. sendiri. As students interact with each other, they are not passive in this process. Sementara siswa berinteraksi satu sama lain dan tidak pasif dalam proses ini.
3)        Explanation (explain/menjelaskan) merupakan fase saat perhatian siswa difokuskan pada aspek tertentu dari pengalaman mereka pada fase-fase sebelumnya. Siswa diberikan kesempatan untuk menunjukkan pemahaman konsep mereka, keterampilan proses, atau perilaku. Kata explanation berarti tindakan atau proses di mana konsep, proses, atau keterampilan menjadi jelas dan dapat dipahami. Siswa melakukan diskusi kelompok untuk menganalisis data/infor-masi yang dikumpulkan dari kegiatan pada fase sebelumnya. Guru membimbing siswa untuk menyampaikan hasil kegiatan yang telah mereka lakukan dengan menggunakan ide dan kata-kata mereka sendiri, sehingga diharapkan pemahaman konsep muncul dari pengalaman mereka setelah melakukan kegiatan. Guru memberikan definisi formal dan penjelasan ilmiah. Furthermore, by giving Selanjutnya, dengan memberi-kanexplanations in basic knowledge level to students, teachers, whenever possible, help them to unify together penjelasan tingkat pengetahuan dasar kepada siswa, guru bila memungkinkan agar membantu siswa untuk menyatukan bersama-samatheir experiences, to explain their results and to form new concepts (Bybee, 1997). pengalaman mereka, untuk menjelaskan hasil mereka, dan untuk membentuk konsep-konsep baru. Tujuan tahap ini adalah untukcorrect mistakes in students' findings before the next phase (Hançer, 2005). memperbaiki kesalahan dalam temuan siswa sebelum tahap berikut-nya.
4)        Elaboration (elaborate/elaborasi) merupakan fase yang dapat diang-gap sebagai perpanjangan langkah penelitian karena adanya masalah suplemen (penguat). Fase ini memfasilitasi siswa untuk dapat menerapkan konsep yang telah mereka peroleh berdasarkan kegiatan yang telah mereka lakukan ke dalam situasi atau masalah yang baru. Masalah baru tersebut memiliki penyelesaian yang identik atau mirip dengan apa yang dibahas sebelumnya. Siswa menggunakan konsep yang baru dipelajari dalam situasi berbeda atau mengulangi beberapa kali aplikasi yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari agar menjadi masukan ke dalam memori jangka panjangnya dan menjadi permanen. Selama fase elaborasi, siswa dapat dilibatkan kembali dalam kegiatan diskusi dan pencarian informasi. Siswa mengiden-tifikasi masalah dan mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan melalui diskusi.
5)        Evaluation (evaluate/menilai) merupakan fase saat guru mencari tahu kualitas dan kuantitas ketercapaian pemahaman siswa terhadap topik yang telah mereka pelajari. Fase ini dapat diwujudkan dalam metode formal atau informal. Guru mengajukan pertanyaan dan membuat siswa merespon secara lisan atau tulisan. Selain itu, siswa diminta untuk mengaitkan apa yang telah mereka pelajari dengan situasi di kehidupan nyatasituations.. This phase is the phase where students may exhibit their attitudes about learning and may changeFase ini adalah fase di mana siswa dapat menunjukkan sikap mereka tentang pembelajaran dan dapat merubahtheir thinking style or behaviors. gaya pemikiran mereka atau perilaku. Evaluasi informal dapat terjadi pada awal dan seluruh urutan model siklus belajar 5E. Guru juga dapat menyelesaikan evaluasi formal setelah fase elaborasi. Evaluasi bisa dilakukan secara formatif maupun sumatif dan berfokus pada kemampuan siswa menggunakan informasi yang telah mereka peroleh selama kegiatan pembelajaran.
Evaluasi engagement berkisar pada pra-penilaian. Artinya, mencari tahu apa yang sudah diketahui siswa tentang topik yang akan dibahas dengan mengajukan pertanyaan dan membuat siswa merespon secara lisan atau tulisan. Dalam exploration, evaluasi berfokus pada proses. Artinya, pada proses pengumpulan data oleh siswa, bukan produk dari pengumpulan data. Evaluasi explain berfokus pada seberapa baik siswa dapat menggunakan informasi yang mereka kumpulkan dan apa yang sudah mereka tahu tentang ide-ide baru. Evaluasi elaboration dapat disamakan dengan tes di akhir pelajaran untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terkait konsep yang telah dipelajari.
Fase engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation tersebut saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain. Setiap tahap (fase) memiliki fungsi spesifik dan memberikan kontribusi bagi guru dan siswa untuk meningkatkan pemahaman terhadap pengetahuan ilmiah dan teknologi, sikap, serta keterampilan yang lebih baik (Bybee et al., 2006).

Secara garis besar peran siswa pada setiap tahapan learning cycle 5E model dapat disajikan pada Gambar di bawah




Gambar 1 Peran Siswa pada Setiap Tahapan LC5E
(diadaptasi dari Kazu & Bozu, 2012)

Kelima tahapan model siklus belajar 5E dapat digambarkan seperti pada Gambar berikut



Gambar 2 Tahapan Learning Cycle 5E Model
(diadaptasi dari Ergin, 2012; Tuna & Kacar, 2013; Wibowo et al., 2010)
Adapun sintaks model pembelajaran siklus belajar 5E yang diadaptasi dari Bybee et al (2006), Lorsbash (dalam Soomro et al., 2010), Uzunoz (2011), dan Suastra (2009) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sintaks Learning Cycle 5E Model
Fase
Kegiatan Pembelajaran
Engagement
1.      Guru memusatkan perhatian siswa.
2.      Guru membangkitkan minat, motivasi, dan keingintahuan siswa mengenai materi yang akan dipelajari.
3.      Guru memfasilitasi siswa dalam menggali pengetahuan awal melalui pemberian pertanyaan atau masalah yang terkait dengan materi yang akan dipelajari.

Eksploration
1.      Guru membagikan LKS, memberikan suatu permasalahan untuk dicari solusinya oleh siswa.
2.      Siswa membentuk kelompok untuk melakukan diskusi mengenai permasalahan yang diajukan oleh guru, mencari solusi/jawaban untuk permasalahan tersebut, melakukan praktikum, melakukan pengujian hipotesis, serta melaku-kan pengumpulan data/informasi.

3.      Guru berperan sebagai fasilitator, memberikan bimbingan seperlunya kepada siswa.


Explanation
1.      Siswa melakukan diskusi kelompok untuk menganalisis data/informasi yang dikumpulkan dari kegiatan pada fase sebelumnya
2.      Siswa menjelaskan konsep, informasi, pengetahuan yang mereka peroleh dari kegiatan pada fase sebelumnya dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri.
3.      Guru memberikan klarifikasi terhadap hasil diskusi siswa.
4.      Guru membantu siswa untuk menemukan kembali informasi yang hilang atau mengganti informasi yang salah dengan yang baru.
Elaboration
1.      Siswa mengaplikasikan konsep, informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang mereka peroleh pada fase sebelumnya ke dalam situasi atau masalah yang baru yang penyelesaiannya memerlukan penjelasan yang identik atau mirip.
2.      Siswa menerapkan pemahaman konsep mereka dengan melakukan kegiatan tambahan
Evaluation
1.      Guru melakukan umpan balik dengan memanggil kembali ide-ide, pengetahuan atau keterampilan siswa yang telah dipelajari. Umpan balik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap topik yang telah mereka pelajari
2.      Guru melakukan evaluasi/penilaian hasil belajar.



Berdasarkan pada sintaks model learning cycle 5E, proses pembelajaran yang dilakukan bukan lagi sekadar transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan proses perolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Model learning cycle 5E menekankan kepada peran siswa sebagai pusat pembelajaran dan sebagai knowledge self-making (Budprom et al., 2010). Qarareh (2012) menyatakan model learning cycle 5E mampu menciptakan sebuah pembelajaran bermakna yang dapat meningkat-kan prestasi belajar siswa, motivasi belajar siswa, serta membantu mereka untuk belajar secara aktif. Soomro et al (2010) juga menyatakan model learning cycle 5E efektif digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan prestasi belajar siswa, membantu siswa menikmati sains, mengerti materi, dan mengaplikasikannya dalam situasi ilmiah.
Menurut Cohen dan Clough (dalam Wibowo et al., 2010) penerapan model learning cycle memberi keuntungan sebagai berikut:
1)   Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar (siswa) dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2)        Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar .
3)        Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan model learning cycle yang harus selalu diantisipasi adalah sebagai berikut:
1)  Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
2)  Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3)        Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
4)      Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Ergin (2012) menyatakan bahwa kaitannya dengan pelajaran fisika, model learning cycle 5E dapat mengakibatkan:
1)        Prestasi yang lebih besar dalam fisika.
2)        Retensi yang lebih baik dari konsep.
3)        Peningkatan sikap terhadap fisika.
4)        Peningkatan sikap terhadap belajar fisika.
5)    Peningkatan kemampuan penalaran.


REFERENSI

KLIK "Show" UNTUK MELIHAT REFERENSI
Balci, S., Cakiroglus, J., & Tekkayas, C. 2006. Engagement, exploration, explanation, extension, and evaluation (5E) learning cycle and conceptual change text as learning tools. Biochemistry and Molecular Biology Education. 34(3). 199-203. Tersedia di www.sciencedirect.com.

Budprom, W., Suksringam, P., & Singsriwo, A. 2010. Effects of learning environmental education using 5E-learning cycle with multiple intelligences and teacher’s handbook approaches on learning achievement, basic science process skills and critical thinking of grade 9 students. Pakistan Journal of Social Sciences. 7(3). 200-204. Tersedia di http://docsdrive.com/pdfs.

Bybee, R. W., Taylor, J. A., Gardner, A., Scotter, P. V., Powell, J. C., Westbrook, A., & Landes, N. 2006. The BSCS 5E instructional model: Origins and effectiveness. Laporan. Disiapkan untuk Office of Science Education National Institutes of Health. Tersedia di http://www.bscs.org/sites/ default/files/BSCS_5E_Instructional_Model-Full_Report.pdf.

Dahar. R. W. 1996. Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Ergin, I. 2012. Constructivist approach based 5E model and usability instructional physics. Journal Physics Education. 6(1). 14-20. Tersedia di http://www. lajpe.org.

Ergin, I., Kanli, U., & Ünsal, Y. 2008. An example for the effect of 5E model on the academic success and attitude levels of students’: “Inclined projectile motion”. Journal of Turkish Science Education. 5(3). 47-59. Tersedia di http://www.tused.org.

Fajaroh, F. & Dasna, I W. 2007. Pembelajaran dengan model siklus belajar (learning cycle). Artikel. Jurusan Kimia FMIPA UM. Tersedia di http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan- model-siklus-belajar-learning-cycle/.

Hagerman, C. L. 2012. Effects of the 5E learning cycle on student content comprehension and scientific literacy. A Professional Paper (tidak diterbitkan). Montana State University.

Haribhai, T. S. & Dhirenkumar, G. P. 2012. Effectiveness of constructivist 5 ‘E’ model. Research Expo International Multidisciplinary Research Journal. 2(2). 76-82. Tersedia di www. researchjournals.in.

Kazu, I. Y. & Bosu, E. 2012. Turkish vocational school students’ perception of 5E teaching model. International Journal of Learning and Development. 2(6). 221-237. Tersedia di www.macrothink.org/ijld.

Liu, T., Peng, H., Wu, W., & Lin, M. 2009. The effects of mobile natural-science learning based on the 5E learning cycle: A case study. Educational Technology and Society. 12(4). 344-358. Tersedia di https://www.iste.org.

Mabsuthoh, N. 2010. Pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep masa jenis. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Qarareh, A. Q. 2012. The effect of using the learning cycle method in teaching science on the educational achievement of the sixth graders. Journal Education Sciences. 4(2). 123-132. Tersedia di http://www.krepu blishers.com.

Ramadhani, N. 2012. Pengaruh model pembelajaran kontruktivis 5E terhadap hasil belajar di SMA Laksamana Martadinata. Jurnal Pendidikan Fisika. 1(1). 45-50.

Soomro, A. Q., Qaisrani, M. N., & Uqaili, M. A. 2011. Measuring students’ attitudes towards learning physics: Experimental research. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 5(11). 2282-2288. Tersedia di http://www.ajbasweb.com/ajbas.

Suastra, I W. 2002. Strategi belajar mengajar sains. Buku ajar (Tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika, IKIP Negeri Singaraja.

Suastra, I W. 2009. Pembelajaran sains terkini: Mendekatkan siswa dengan lingkungan alamiah dan sosial budayanya. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Temel, S., Yilmaz, H., & Ozgur, S. D. 2013. Use of the learning cycle model in the teaching of chemical bonding and an investigation of diverse variables in prediction of achievement. International Journal of Education and Research. 1(5). 1-14. Tersedia di www.ijern.com.

Trianto. 2012. Model pembelajaran terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Tuna, A. & Kacar, A. 2013. The effect of 5E learning cycle model in teaching trigonometry on students’ academic achievement and the permanence of their knowledge. International Journal on New Trends in Education and Their Implications. 4(1). 73-87. Tersedia di www.ijonte.org.

Utari, S., Alfiani, Feranie, S., Aviyanti, L., Sari, I. M., & Hasanah, L. 2013. Application of learning cycle 5E model aided cmaptools-based media prototype to improve student cognitive learning outcomes. Canadian Center of Science and Education. 5(4). 69-76. Tersedia di www. ccsenet.org/apr.

Wibowo, A., Munir, H., & Waslaludin. 2010. Penerapan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada matapelajaran teknologi informasi dan komunikasi. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Indonesia.




cara download:
1. klik link diatas,  kemudian anda dialihkan ke halaman google drive, klik tombol ''tanda panah kebawah'' (ada dibagian atas) untuk mendownload file.

NB. jika tombol download belum terlihat, arahkan cursor mouse ke bagian atas halaman untuk memuculkan menu tombol download.


SILAKAN BAGIKAN ARTIKEL INI MELALUI :
Model Pembelajaran Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E) Model Pembelajaran Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E) Reviewed by Sastra Project on July 28, 2016 Rating: 5

31 comments:

  1. Sayang bgt referensinya gaada ditulis:(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh maaf ada ternyata... Maaf mbak🙏🏻🙏🏻

      Delete
  2. https://www.diaryguru.com/2020/04/model-pembelajaran-siklus-belajar.html

    ReplyDelete


  3. آریا بارون

    شرکت آریا بارون یکی از شرکت‌های تولید کننده درب‌های سردخانه‌ای، ساندویچ پانل‌، کانال‌های صنعتی، ساختمان‌های پیش ساخته و غیره است. این شرکت با تجربه‌ای که طی سال‌ها کسب کرده، موفق شده است که در زمینه تولید انواع ساختمان‌های پیش ساخته، ساندویچ پانل، درب‌های سردخانه و … پیشتاز باشد،

    ReplyDelete
  4. All set for a Las Vegas CES that won’t exist



    It is the first time that the Consumer Electronics Show, the most important and best known technology fair by its acronym, CES, will be held in virtual format.

    ReplyDelete
  5. خرید کامنت اینستاگرام


    بهترین سایت خرید کامنت اینستاگرام


    https://bit.ly/3p4s0nd



    طبق آنچه گفته شد، اینستاگرام امروزه یک شبکه اجتماعی با تعداد کاربر بالا به حساب می‌آید که افراد بسیاری در آن مشغول به فعالیت‌اند و برای خود سابقه و تجربه بالایی کسب کرده‌اند؛ بنابراین اگر شما بخواهید به تازگی وارد این عرصه شوید، با مشکلات بسیاری روبرو می‌شوید؛ چرا که فعالیت شما از صفر شروع شده، در حالی که دیگر رقبای شما با تمام قدرت در حال کسب درآمد هستند.

    حال شاید برای شما سوال پیش آید که آیا راهی برای طی کردن مسیر موفقیت با سرعت بیشتر وجود دارد یا خیر؟ پاسخ به این سوال بله است. اگر شما جزو افرادی هستید که تصمیم به راه‌اندازی کسب و کار خود دارید، نباید نگرانی از بابت عدم موفقیت یا شکست داشته باشید؛ زیرا امروزه راه‌های بسیاری برای موفق شدن وجود دارد که می‌توانید از آن‌ها کمک بگیرید.

    به عنوان مثال می‌توان به راه‌هایی چون خرید پیج، خرید فالوور، خرید کامنت اینستاگرام، خرید لایک و … اشاره کرد. سایت‌های گوناگونی امروزه مشغول به فعالیت هستند و امکان انجام این دست از امور را برای شما فراهم آورده‌اند. توجه داشته باشید که تنها خرید فالوور، لایک و یا حتی خرید کامنت اینستاگرام ملاک بر موفقیت نیست، شما باید تناسب مناسبی را میان تعداد فالوور با تعداد لایک و کامنت ایجاد کنید؛ در غیر این صورت مشتریان خود را از دست می‌دهید، زیرا آن‌ها فکر می‌کنند که شما قصد تقلب و دور زدن آن‌ها را داشته‌اید. ما در این مقاله تصمیم داریم شما را با یکی از این موارد، یعنی خرید کامنت اینستاگرام آشنا کنیم.

    افزایش کامنت اینستاگرام

    در ابتدا مثالی را بررسی کنیم که به شما نشان دهد خرید کامنت اینستاگرام تاثیر مثبتی بر فعالیت شما دارد. برای مثال خودتان را تصور کنید که تصمیم به خرید یک وسیله از طریق اینستاگرام دارید و با دو صفحه متفاوت در این راستا روبرو می‌شوید، اما میان این دو پیج تفاوت‌هایی نیز دیده می‌شود که می‌توان به تعداد کامنت ها اشاره کرد؛ یعنی یکی از صفحات تعداد کامنت بالایی دارد و بسیاری از افراد نظرات خود را از محصول با یکدیگر در میان گذاشته‌اند، اما پیج دیگر چنین شرایطی ندارد و کمتر کسی راجع به محصول نظر داده‌ است. بدون شک شما نیز در چنین موقعیتی از پیج اول که تعداد کامنت بیشتری دارد خرید خود را انجام می‌دهید، زیرا حس اعتماد بیشتری به آن خواهید داشت.

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini

Powered by Blogger.