Model Pembelajaran Individual Guided Inquiry Labs (IGIL)

Asumsi yang mendasari pendekatan pembelajaran individual guided inquiry labs adalah setiap siswa adalah unik dengan segala kebiasaan, kemampuan, minat, dan bakatnya yang sangat berbeda dengan yang lainnya.

Oleh karena itu, setiap siswa perlu mendapat perhatian dan kesempatan khusus untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Setiap siswa dapat belajar dengan kecepatan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga siswa tidak bersaing dengan siapa-siapa kecuali dengan diri meraka sendiri (Lie, 2004). Hal ini akan membuat siswa terhindar dari stres yang mewarnai sistem kompetisi di dalam kelas.
Roestiyah (1994) menyatakan bahwa dalam pengajaran modern, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator untuk menciptakan kondisi, di mana siswa dapat belajar sendiri dengan baik. Hal tersebut menuntut kepada guru untuk mengembangkan pengajaran individual. Pengajaran individual tersebut mempunyai makna, bahwa guru harus memandang siswa sebagai individu, satu kesatuan yang bulat yang berbeda satu sama lainnya. Menurut Johnson & Johson (1982) pembelajaran lebih baik dilakukan secara individu daripada dilakukan secara berkelompok, di mana kelompok tersebut hanya akan membelenggu kreativitas dan cenderung untuk membiasakan siswa pasif, karena terbiasa mengandalkan kemampuan temannya.
Sebagai konsekuensi pembelajaran individual guided inquiry labs, maka proses pembelajaran tersebut dapat menyebabkan kemungkinan berlakunya hukum rimba dan sangat merugikan siswa yang kemampuan akademiknya rendah. Bagi siswa yang kurang mampu tersebut, dapat mengurangi motivasi belajarnya dan senantiasa menjadi siksaan psikologis mereka. Para siswa memasuki ruang kelas memiliki latar belakang kemampuan dan pengetahuan yang heterogen. Siswa yang memiliki kemampuan rendah tentu pula memiliki pre-requisites  yang kurang untuk mempelajari materi baru. Ini berarti, bahwa banyak siswa sulit untuk berhasil sementara yang lain sangat mudah meraih kesuksesan akademik. Sebagai akibatnya siswa yang kurang mampu akan selalu berada pada urutan terbawah dan memperoleh feedback negatif, sedangkan siswa yang mampu akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, namun cendrung egois dan menyebabkan siswa sulit menerima pendapat orang lain serta sulit untuk melihat kesalahan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, para guru hendaknya menciptakan suasana kelas yang penuh toleransi, membuat siswa saling membantu satu sama lain, dan memfasilitasi mereka agar dapat sukses bersama secara akademik. Keheterogenan yang dimiliki setiap siswa sebaiknya dipandang sebagai suatu potensi keragaman yang akan menghasilkan sinergi yang pada akhirnya akan bermuara pada suatu hasil atau produk yang optimal (Santyasa, 2005).

REFERENSI:

KLIK "Show" UNTUK MELIHAT REFERENSI
Johnson, D W. & Johnson, F P. 1982. Joining together group theory and group skills. Second Edition. New Jersy: Prentice-Hall, Inc

Lie, A. 2004. Cooperative learning: Mempraktekan cooperative learning di ruang-ruang kelas. Jakarta: Grasindo

Roestiyah. 1994. Masalah pengajaran sebagai suatu sistem. Jakarta: Rineka Cipta.

Santyasa, I W. 2005. Analisis butir dan konsistensi internal tes. Makalah. Disajikan dalam work shop bagi para Pengawas dan Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Tabanan Pada Tanggal 20-25 Oktober 2005 di Kediri Tabanan Bali.


SILAKAN BAGIKAN ARTIKEL INI MELALUI
Model Pembelajaran Individual Guided Inquiry Labs (IGIL) Model Pembelajaran Individual Guided Inquiry Labs (IGIL) Reviewed by Sastra Project on August 02, 2016 Rating: 5

1 comment:

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini

Powered by Blogger.