Kegiatan
laboratorium merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran IPA. Menurut
Lazarowitz & Tamir dalam Wiyanto (2006), kurikulum berbasis inquiry mengalokasikan waktunya sekitar
50% untuk kegiatan laboratorium.
Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kegiatan laboratorium yang dikembangkan masih bersifat verifikasi, yaitu
membuktikan konsep atau prinsip yang telah dibahas sebelumnya dengan kegiatan
lab yang masih bersifat teacher centered. Kegiatan praktikum yang
seperti ini tidak mampu mengembangkan keterampilan kemampuan berpikir siswa
dalam tahap yang lebih tinggi.
Kegiatan laboratorium pada hakikatnya ditujukan untuk
membantu siswa mengembangkan pemahaman, kemampuan kognitif, berpikir kreatif
dan sikap ilmiah melalui keterlibatannya dalam hand-on activity (Novack,
Gangoli, Hodson, dalam Suma 2005). Terbatasnya efek kegiatan laboratorium
terhadap domain kognitif, dapat disebabkan oleh model kegiatan laboratorium
yang diterapkan. Model kegiatan laboratorium konvensional memiliki tuntunan
kognitif yang rendah sebaliknya kegiatan inquiry
lab memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir
dan penalaran baik secara kuantitatif atau kualitatif. Eksperimen dalam inquiry lab dirancang bertolak dari
pengetahuan awal siswa. Kegiatan laboratorium semacam ini medorong
kemampuan-kemampuan berpikir seperti mendeskripsikan pengetahuan fisika secara
efektif, menginterpretasikan konsep atau prinsip, dan membangun konsep serta
representasi ilmiah. Konsep-konsep serta prinsip penting tersebut dibangun
melalui peramalan, pengujian ramalan, inferensi, dan konflik kognitif.
Menurut Lawson (dalam Wiyanto, 2006) kegiatan dalam
pembelajaran inquiry lab akan
memungkinkan siswa untuk : (1) mengeksplorasi gejala dan merumuskan masalah,
(2) merumuskan hipotesis, (3) mendesain dan melaksanakan cara pengujian
hipotesis, (4) mengorganisasikan dan menganalisis data, (5) menarik kesimpulan
dan mengkomunikasikannya. Kegiatan laboratorium dalam model inquiry lab diselenggarakan terintegrasi
dengan pembelajaran di kalas, sehingga fakta-fakta yang teramati di
laboratorium dapat secara langsung digunakan dalam membangun dan mengembangkan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Konsep-konsep dan hukum-hukum yang telah
dibangun akan menjadi lebih mudah dan lama diingat oleh siswa.
Menurut Wenning (2007) langkah-langkah yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran dengan menggunakan model inquiry
lab adalah sebagai berikut.
a.
Fase berhadapan dengan masalah
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada suatu permasalahan,
diantaranya dengan menyajikan situasi yang saling bertentangan. Guru
menjelaskan secara garis besar prosedur penelitian yang akan dilakukan. Dalam
hal ini guru membimbing siswa dengan cara mengajukan pertanyaan pembimbing.
Siswa juga harus menggunakan beberapa keterampilan proses mereka dalam menjawab
pertanyaan guru, untuk mengidentifikasi masalah.
b.
Fase pengumpulan data pengujian
(aktivitas pre-lab inquiry)
Pada fase
ini siswa berusaha untuk mengumpulkan data informasi sebanyak-banyaknya,
tentang masalah yang mereka hadapi. Data tersebut dapat diperoleh berdasarkan
kondisi atau hakikat objek dengan menguji bagaimana proses terjadinya masalah
tersebut. Kemudian siswa merumuskan hipotesis (menciptakan hubungan-hubungan
dengan sesuatu yang telah diketahui).
c.
Fase pengumpulan data dalam
eksperimen
Pada fase ini dilakukan osilasi terhadap data-data yang
menjadi inti masalah yang dihadapi melalui kegiatan investigasi di
laboratorium. Siswa dapat mengintrogasikan elemen-elemen dari hasil isolasi ke
dalam suatu masalah, untuk melihat apakah peristiwanya akan menjadi lain
d.
Fase formulasi dan penjelasan
Pada fase ini siswa mengorganisasi dan menganalisis data,
menghubungkan dengan hipotesis, memprediksi, menseleksi temuan yang sesuai
dengan apa yang telah diketahui, kemudian menginterpretasikannya (menarik kesimpulan).
Sedangkan guru merumuskan penjelasan untuk membimbing siswa yang menemui
kesulitan dalam mengemukakan informasi yang mereka peroleh untuk memberikan
uraian yang jelas, guru dapat memberikan penjelasan yang sederhana saja.
e.
Fase analisis proses inquiry
Pada fase
ini siswa diminta untuk menganalisis proses penelitian untuk memperoleh
prosedur yang lebih efektif, atau menentukan temuan yang dapat digunakan
memprediksi fenomena lain dengan mendesain prosedur baru.
Model Pembelajaran Inquiry lab dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar
1 Model
Inquiry Lab
(diadaptasi
dari: Wenning, 2007)
Model Inquiry lab
dibagi menjadi dua aktivitas yaitu aktivitas pre-lab dan aktivitas inquiry lab. Aktivitas pre-lab diawali
oleh suatu permasalahan baik yang diajukan oleh siswa maupun diberikan oleh
guru. Dari permasalahan siswa membuat hipotesis atau dugaan sementara yang
berupa jawaban berdasarkan pengetahuan awal. Kemudian dalam aktivitas inquiry, siswa diberi kebebasan
seluas-luasnya dalam mengidentifikasi dan melakukan penelitian untuk menemukan
konsep baru.
Perbedaan mendasar antara model pembelajaran inquiry lab dengan model pembelajaran traditional
cookbook lab disajikan pada Tabel 1.
Tabel
1
Perbedaan
Inquiry Lab dan Traditional Cookbook Lab
Inquiry Lab
|
Traditional Cookbook Lab
|
1.
Bertolak dari pertanyaan yang
menuntut tanggapan berkelanjutan menggunakan kemampuan berpikir tingkat
tinggi (higher-order-thinking), kreativitas dan aktivitas mandiri.
2.
Memusatkan siswa pada aktivitas
pengumpulan dan interpretasi data untuk menemukan konsep baru.
3.
Memposisikan siswa dalam suatu
eksperimen yang siswa kendalikan sendiri, membutuhkan kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi, meneliti, mengendalikan variabel terikat dan bebas.
4.
Menyediakan waktu dan kesempatan
pada siswa untuk membuat dan membenahi konsep yang miskonsepsi.
5.
Menggunakan prosedur yang lebih
konsisten dengan praktek ilmiah asli, menunjukkan prosedur sains yang
dilakukan secara berulang dan menggunakan sistem koreksi diri.
|
1.
Pembelajaran berlangsung melalui
tahapan-tahapan instruksi tanpa mempertimbangkan kemampuan intelektual siswa
(pengetahuan awal).
2.
Memusatkan siswa pada aktivitas
membuktikan informasi yang sebelumnya dikomunikasikan oleh guru di dalam
kelas.
3.
Guru memberi informasi pada
siswa mana variabel yang dijaga konstan dan mana yang berubah, yang mana
variabel bebas dan terikat.
4.
Tidak membiarkan siswa untuk
menghadapi ketidakpastian dan miskonsepsi serta tidak mengijinkan siswa
mengalami jalan buntu dalam eksperimen mereka.
5.
Menggunakan prosedur yang tidak
konsisten dan menunjukkan suatu proses linier tidak realistis.
|
diadaptasi
dari: (Wenning, 2006b)
REFERENSI :
Suma, K. 2005. Efektivitas kegiatan laboratorium konstruktivis dalam meningkatkan penguasaan konsep-konsep arus searah mahasiswa calon guru. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. 38(2), 159 - 171
Wenning, C. J., & Wenning, R. E. 2006b. A generic
model for inquiry-oriented labs in postsecondary introductory physics. Journal
Of Physics Teacher Education Online. 3(3), 24-32. Available at: http://www.phy.ilstu.edu/jpteo
Wenning, C. J. 2007. Assessing inquiry skills as a component of scientific literacy. Journal Of Physics Teacher Education Online. 4(2),
21-24. Available at: http://www.phy.ilstu.edu/jpteo
Wiyanto. 2006. Pengembangan kemampuan
merancang kegiatan laboratorium fisika berbasis inquiry bagi mahasiswa calon
guru. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. 39(2), 422
- 436.
SILAKAN BAGIKAN ARTIKEL INI MELALUI:
Model Pembelajaran Inquiry Lab
Reviewed by Sastra Project
on
August 05, 2016
Rating:
No comments:
Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini