Pemecahan masalah adalah suatu kegiatan investigasi di mana solver mengembangkan suatu solusi untuk memecahkan suatu permasalahan (Selçuk et al., 2008). Pemecahan masalah merupakan aspek penting dalam pendidikan sains. Memecahkan masalah-masalah sains merupakan aspek penting di sekolah karena pemecahan masalah digunakan untuk membelajarkan siswa dalam menerapkan pengetahuan sains dan kemampuan yang mereka peroleh dalam proses pembelajaran (Portoles dan Sanjose, 2008). Serway dan Beichner (dalam Selçuk et al., 2008), menyarankan agar guru mampu mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan suatu permasalahan pada siswa. Pemecahan masalah pada umumnya digambarkan dengan merumuskan suatu solusi baru yang beranjak dari pengetahuan yang dipelajari sebelumnya untuk menciptakan suatu solusi.
Dilihat dari konteksnya, masalah fisika dapat dibedakan atas masalah akademik (academic problems standard problems) dan masalah dunia nyata (real-world problems/context rich problems). Permasalahan akademik menunjuk pada masalah-masalah dalam buku teks yang mengandung objek dan kejadian yang diidealkan yang tidak memiliki kaitan dengan realita siswa (Heler dan Hollabaugh, 1992). Masalah realistik/kontekstual adalah masalah yang terdiri atas objek atau kejadian-kejadian yang akrab dengan siswa. Dalam menyelesaikan masalah ini, sebelum melakukan manipulasi matematik siswa harus memutuskan, (1) variabel-variabel spesifik mana yang akan berguna untuk menjawab pertanyaan; (2) konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika apa yang akan diterapkan untuk menentukan variabel yang dicari; (3) informasi apa yang akan diperlukan; (4) darimana dan bagaimana informasi itu akan diperoleh.
Menurut Polya (dalam Syaban, 2006), untuk memecahkan suatu masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan, yaitu: (1) memahami masalah (2) merencanakan pemecahannya (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana, (4) memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. Jadi, inti dari belajar memecahkan masalah adalah membiasakan siswa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan, tetapi siswa diharapkan mampu mengaitkan dengan situasi nyata. Siswa diharapkan mampu bereksplorasi dengan benda kongkrit, mempelajari ide-ide matematika secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal.
Heller et al. (1992) menyebutkan bahwa terdapat enam komponen yang harus diskor dalam rangka penilaian terhadap kemampuan pemecahan masalah. Keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1) Bukti-bukti pemahaman konsep, artinya apakah deskripsi masalah yang dituliskan menunjukkan pemahaman konsep yang jelas terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang berkaitan dengan masalah itu?
2) Kegunaan deskripsi, artinya apakah informasi-informasi yang esensial yang dibutuhkan telah disajikan dalam deskripsi?
3) Kesesuaian persamaan-persamaan dengan deskripsi yang dituliskan, artinya apakah persamaan-persamaan spesifik yang digunakan konsisten dengan deskripsi fisika yang dituliskan?
4) Rencana yang masuk akal, artinya apakah solusi yang direncanakan menunjukkan persamaan-persamaan yang cukup telah dipasang sebelum manipulasi aljabar dilakukan? Apakah rencana solusi mencakup bagaimana menggabungkan persamaan untuk menemukan jawaban?
5) Perkembangan logis, artinya apakah solusi matematik berkembang secara logis dari ungkapan umum ke formulasi yang lebih spesifik menggunakan variabel-variabel yang didefinisikan? Apakah pemasukkan angka-angka untuk variabel-variabel yang diketahui ditemukan?
6) Ketepatan matematika, artinya apakah matematika yang digunakan masuk akal? Apakah solusi tidak menunjukkan kesalahan-kesalahan matematika? Dalam penelitian ini, peneliti membatasi lima komponen yang akan diskor dalam penilaian kemampuan pemecahan masalah, meliputi 1) bukti-bukti pemahaman konsep, 2) kegunaan deskripsi, 3) kesesuaian persamaan-persamaan dengan deskripsi yang dituliskan, 4) rencana solusi yang masuk akal, dan 5) perkembangan logis.
Dilihat dari konteksnya, masalah fisika dapat dibedakan atas masalah akademik (academic problems standard problems) dan masalah dunia nyata (real-world problems/context rich problems). Permasalahan akademik menunjuk pada masalah-masalah dalam buku teks yang mengandung objek dan kejadian yang diidealkan yang tidak memiliki kaitan dengan realita siswa (Heler dan Hollabaugh, 1992). Masalah realistik/kontekstual adalah masalah yang terdiri atas objek atau kejadian-kejadian yang akrab dengan siswa. Dalam menyelesaikan masalah ini, sebelum melakukan manipulasi matematik siswa harus memutuskan, (1) variabel-variabel spesifik mana yang akan berguna untuk menjawab pertanyaan; (2) konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika apa yang akan diterapkan untuk menentukan variabel yang dicari; (3) informasi apa yang akan diperlukan; (4) darimana dan bagaimana informasi itu akan diperoleh.
Menurut Polya (dalam Syaban, 2006), untuk memecahkan suatu masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan, yaitu: (1) memahami masalah (2) merencanakan pemecahannya (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana, (4) memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. Jadi, inti dari belajar memecahkan masalah adalah membiasakan siswa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan, tetapi siswa diharapkan mampu mengaitkan dengan situasi nyata. Siswa diharapkan mampu bereksplorasi dengan benda kongkrit, mempelajari ide-ide matematika secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal.
Heller et al. (1992) menyebutkan bahwa terdapat enam komponen yang harus diskor dalam rangka penilaian terhadap kemampuan pemecahan masalah. Keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1) Bukti-bukti pemahaman konsep, artinya apakah deskripsi masalah yang dituliskan menunjukkan pemahaman konsep yang jelas terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang berkaitan dengan masalah itu?
2) Kegunaan deskripsi, artinya apakah informasi-informasi yang esensial yang dibutuhkan telah disajikan dalam deskripsi?
3) Kesesuaian persamaan-persamaan dengan deskripsi yang dituliskan, artinya apakah persamaan-persamaan spesifik yang digunakan konsisten dengan deskripsi fisika yang dituliskan?
4) Rencana yang masuk akal, artinya apakah solusi yang direncanakan menunjukkan persamaan-persamaan yang cukup telah dipasang sebelum manipulasi aljabar dilakukan? Apakah rencana solusi mencakup bagaimana menggabungkan persamaan untuk menemukan jawaban?
5) Perkembangan logis, artinya apakah solusi matematik berkembang secara logis dari ungkapan umum ke formulasi yang lebih spesifik menggunakan variabel-variabel yang didefinisikan? Apakah pemasukkan angka-angka untuk variabel-variabel yang diketahui ditemukan?
6) Ketepatan matematika, artinya apakah matematika yang digunakan masuk akal? Apakah solusi tidak menunjukkan kesalahan-kesalahan matematika? Dalam penelitian ini, peneliti membatasi lima komponen yang akan diskor dalam penilaian kemampuan pemecahan masalah, meliputi 1) bukti-bukti pemahaman konsep, 2) kegunaan deskripsi, 3) kesesuaian persamaan-persamaan dengan deskripsi yang dituliskan, 4) rencana solusi yang masuk akal, dan 5) perkembangan logis.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Reviewed by Sastra Project
on
February 05, 2013
Rating:
ReplyDeleteThank you, your article is very good
viagra asli
cialis asli
viagra jakarta
viagra asli jakarta
toko viagra jakarta
jual viagra jakarta
agen viagra jakarta
toko viagra asli
jual viagra asli
jual viagra
toko viagra
agen viagra
cialis jakarta
cialis asli jakarta
titan gel asli
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
viagra cod jakarta
obat viagra jakarta
obat viagra asli
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
jual cialis
toko cialis
obat cialis
obat cialis asli
obat kuat cialis
obat cialis jakarta
toko cialis jakarta
jual cialis jakarta
agen cialis jakarta
toko titan gel
jual titan gel
vitamale asli
permen soloco asli
maxman asli
vimax asli
viagra
titan gel
hammer of thor
hammer of thor asli
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli jakarta
ini penulis nya siapaa ya..? kok unknow
ReplyDelete